1.10.2009

Refleksi Khutbah Nikah: Sakinah Berumah Tangga

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya ada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar-Rum:21)

Ini adalah intisari yang saya peroleh dari khutbah nikah ketika menghadiri akad pernikahan kawan, Safwat Assaqa, dan istrinya, Siti Mariyah. Semoga rangkuman ini bisa memberi kebaikan. Satu hal, masalah persepsi ayat oleh khotib yang saya kutip di sini hendaklah disikapi dengan bijak. Demi keselamatan dalam pemahaman ayat-ayat Al-Qur'an hendaklah merujuk pada tafsir yang terpercaya. Maaf saya sendiri belum bisa menuliskan tafsir dari ayat-ayat yang ditulis di sini.

Pernikahan bukanlah sekedar akad yang menghalalkan dua orang untuk memenuhi hak dan kewajiban sebagai suami istri. Sekedar akad akan bisa diselesaikan dalam sekelabat masa, namun apa yang sesungguhnya ada di balik sebuah pernikahan? Maka bacalah firman Allah tentang pernikahan ini:
".... Dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kalian penjanjian yang kuat." (QS. An-Nisa': 21)

Maka seperti yang Allah sampaikan, pernikahan adalah sebuah perjanjian teguh (mitsaqon gholizho). Kata-kata mitsaqon gholizho ini cuma dipakai tiga kali dalam Al-Qur'an. Jadi bisa dibayangkan bahwa pernikahan ini bukan suatu senda gurau yang pada hari ini dituturkan akadnya dan beberapa saat kemudian bercerai dengan alasan yang lemah. Perjanjian Allah dengan dua orang yang berakad nikah ini disejajarkan dengan perjanjian Allah dengan Bani Israil (QS. An-Nisa: 154) dan perjanjian Allah dengan para Nabi (QS. Al-Ahzab: 7).

Nikah ini adalah sebuah lembaga yang telah disyariatkan bahkan sejak nabi Adam. Dengan demikian, pernikahan sendiri memiliki usia yang sama dengan sejarah manusia itu sendiri. Diceritakan bahwa Allah sendiri yang menikahkan Nabi Adam dengan Hawa. Allah yang menjadi wali -dan bahwa Dia-lah wali yang sesungguhnya- serta para malaikat yang menjadi saksi. Allah jua yang memberi khutbah nikah. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
".... Hai Adam, diamilah (uskun) oleh kamu dan isterimu (zawjuka) taman ini (al-jannah), dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon (syajarah) ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqoroh 35)

Dalam pernikahan ada beberapa hal yang secara umum digambarkan dalam ayat tersebut. Yang pertama adalah uskun. Uskun adalah bentuk perintah dari sakana yang menjadi akar kata juga dari kata sakinah. Jadi pada dasarnya adalah perintah Allah untuk membentuk rumah tangga yang sakinah. Apa itu sakinah? Yaitu, apa yang menenteramkan hati. Intinya adalah rumah tangga yang ideal. Ideal tersebut tentu saja dilihat dari sisi agama, bukan dari segi materi. Maka sangant ditekankan agar kedua belah pihak berbuat yang ma'ruf (baik), karena pada dasarnya tiap orang punya kultur. Dan pernikahan adalah mengompromikan kultur-kultur tersebut.

Faktor kedua adalah zawj. Ini dimaknai istri. Dalam Al-Qur'an ada kata lain yang merujuk pada makna istri yaitu imro'ah. Akan tetapi, mengapa Allah memakai zawj dalam Al-Baqoroh: 35 ini? Maka jika kita perhatikan penggunaan kata imro'ah merujuk pada istri yang menentang seperti yang disampaikan dalam surat At-Tahrim tentang istri Nabi Nuh dan Nabi Luth yang membangkang. Mereka adalah contoh istri-istri yang tidak sakinah, tidak seiring sejalan dengan apa yang dibawa suami-suaminya. Akan tetapi, menentang bukan berarti sesuatu yang selalu keliru, sebab istri Fir'aun juga disebutkan dengan imroa'h karena ia memang berseberangan keyakinan dengan suaminya yang lalim.

Kembali ke awal, membentuk rumah tangga yang sakinah menjadi tanggung jawab suami terutama mendidik keluarganya soal agama. Dan agama adalah masalah keyakinan. Maka penting buat laki-laki untuk mempersiapkan diri soal ini, dan wanita hendaknya pandai memilih pasangan yang dapat membimbing dia. sangat di sayangkan ketika kepemilikan materi menjadi parameter yang utama bagi seorang wanita dan orangtuanya.

Hal tadi berkaitan dengan faktor yang ketiga, yakni jannah. Jannah ini dimaksudkan bahwa rumah tangga hendaknya bisa membawa suasana 'surga', yaitu kehidupan yang cukup. Pertanyaannya, bisakah menjadikan rumah tangga sebagai surga? Maka bercerminlah dari ungkapan yang lahir dari lisan Rasul 'Rumahku adalah Surgaku'. Rumah tangga beliau menjadi surga bukan karena adanya materi semacam perabotan atau yang lainnya. Jika bertandang ke Madinah dan melihat kubur RasuluLlah, maka besarnya makam beliau hampir sama luas dengan rumah yang dahulu didiaminya.

Maka hindarilah perilaku hidup rumah tangga yang konsumtif. selain itu, untuk menciptakan suasana jannah, hendaklah makan bersama keluarga. Sangat disayangkan bahwa banyak rumah tangga yang mngabaikan hal ini dengan alasan kesibukan masing-masing. Namun Allah Mahatahu. Salah satu hikmah romadhon adalah menciptakan suasana makan bersama dengan keluarga, setidaknya pada saat berbuka atau sahur.

Faktor yang terakhir adalah menghindari maksiat, yang dalam ayat tersebut digambarkan dengan larangan mendekati pohon. Sesungguhnya maksiat akan menjauhkan sebuah rumah tangga dari Allah. Dan ini yang terjadi pada Nabi Adam ketika melanggar larangan Allah. Sering kali untuk membahagiakan istri ada hak-hak Allah yang dilanggar demikian pula sebaliknya. Setan denga tipudayanya akan mencoba menghancurkan manusia. Dan kerap kali kebahagiaan yang disangka hanyalah awal dari bencana yang dahsyat. Maka begitu ada maksiat yang terlanjur terjadi, maka betrsegeralah bertaubat. Allah berfirman:
"Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari taman itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: 'Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.' Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Kami berfirman: 'Turunlah kamu semuanya dari taman itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.'" (QS. Al Baqoroh: 36-38)

Maka ingatlah pesan-pesan ini! Bagi suami, hendaklah ia memberikan sesuatu yang patut dalam urusan nafkah serta menjadi imam atau teladan dalam keluarga. Imam tersebut termasuk menjadi imam sholat. Dan istri, hendaklah ia menjaga rumah tangga yang dibangun bersama suaminya termasuk menutupi hal-hal yang kurang berkenan di hatinya bahkan pada orang tuanya sendiri. Sekali lagi pernikahan itu ada kompromi di dalamnya. Bagaimanapun manusia berbeda satu sama lain, bukan?

Wallahu a'lam bi ash-showab

3 comments:

Anonymous said...

Ditunggu undangannya om :D

Muhammad Ilham Adhynugraha said...

InsyaAllah :D

_hny.hahan_ said...

syukron ya,... maaf copy-paste...