1.05.2009

Wanita Penderita Lupus Punya Cerita

Dahulu dia adalah seorang gadis yang energik dan supel. Semasa di kampus dia aktif dalam berbagai kegiatan. Semua orang kagum pada jiwa sosialnya. Semua orang percaya bahwa keindahan hidup telah digenggamnya. Hingga suatu ketika semua berganti!

Seorang dokter memberitahukan kepadanya bahwa dia terkena lupus. Dia terkejut, karena sungguh mengerti apa yang disampaikan dokter. Itu adalah sebuah penyakit yang membuat tubuh penderitanya bereaksi secara berlebihan terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dia membayangkan hari-hari yang akan dilaluinya dengan penyakit itu.

Dia dan keluarganya berikhtiar luar biasa menghadapi cobaan ini. Pengobatan dengan glukokortikoid menjadi sebuah kekerapan dalam hidupnya. Dia sangat paham bahwa glukokortikoid tersebut hanya sedikit mengurangi efek dari penyakitnya, dan malah menimbulkan efek negatif lainnya. Dengan alasan itu dia sadar bahwa impiannya untuk menikah sebagaimana layaknya wanita lain merupakan impian yang nyaris muskil.

Namun kehendak Allah tidak pernah bisa diduga! Seorang pria menghampiri hidupnya. Bukan seorang pria biasa, melainkan seorang pria yang dengan apa yang dimilikinya bisa mendapat wanita mana saja yang dia mau. Seseorang yang menarik secara fisik dan berada secara materi. Buat gadis itu, hadirnya pria itu merupakan keberuntungannya. Pria itu menjadikannya seorang wanita.

Akhirnya mereka menikah. Dan sang suami menjadi sahabatnya yang paling utama dalam menghadapi penyakit lupus itu. Akan tetapi, cobaan masih saja diberikan oleh Yang Mahakuasa. Penyakit itu dan proses pengobatan yang kian sering akhirnya telah merenggut harta hidupnya yang lain; penglihatan. Dia mengalami kerusakan retina. Dan tidak cukup di situ, dia divonis tidak bisa menjadi seorang ibu.

Seseorang bertanya kepada sang suami, "Tidak berniat menikah lagi?"

Dengan marah dia menjawab, "Istri saya sakit! Dan, saya tidak ingin menambahnya dengan rasa sakit yang lain!"

Wanita itu cukup sadar akan kebutuhan suaminya walau tidak pernah tahu anjuran-anjuran bagi suaminya untuk menikah lagi di luar. Perasaan tidak sempurna itu membuatnya berkata kepada sang suami di suatu ketika, "Abang, sebaiknya kamu menikah lagi? Kamu tahu saya tidak bisa memberikan sesuatu yang sepatutnya diberikan seorang istri. InsyaAllah, pengadilan agama akan mengizinkanmu dengan melihat kondisi saya yang seperti ini. Dan saya rela."

Sang suami diam. Lalu menjawab, "Mengapa adik berkata demikian? Tolong jangan pernah mengulangi permintaan itu! Itu sungguh membuat saya sedih, seolah-olah adik menganggap apa yang lakukan selama ini bukanlah sesuatu yang tulus."

Wanita itu akhirnya tidak pernah lagi menyinggung soal itu lagi. Pada titik itu dia merasa sempurna; dicintai tanpa syarat oleh seseorang. Itu adalah sebuah harta yang demikian langka yang tidak dimiliki oleh semua orang. Dia sadar bahwa Allah tidak pernah sia-sia dalam menetapkan sesuatu. Allah memberinya penyakit sebagai ganti Allah mendatangkan seorang yang demikian indah hatinya. Allah menarik penglihatannya tetapi dia tahu sang suami yang menjadi matanya, dan baginya itu jauh di atas sempurna. Dan dia tahu masih banyak hal-hal indah dibalik cobaan-cobaan yang diterimanya.

Dia bersyukur!

"Maka, sungguh dibalik setiap kesulitan itu terdapat kemudahan. Sungguh, dibalik setiap kesulitan itu terdapat kemudahan." (QS. Al-Insyiroh: 5-6)


Dituliskan kembali dari materi pengajian SIAware edisi Romadhon 1429 H oleh Ust. Budi Prayitno. Kisah ini adalah kisah nyata seorang alumni ITB yang merupakan kenalan ustadz.

1 comment:

Anonymous said...

tahu kisah yg di tulis tsbt benar nyata sangat nyata bg sy :)