1.12.2009

Refleksi Pengajian Siaware: Memaknai Ikhlas

"Barang siapa mengerjakan amal shalih, baik bagi laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Apa bila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaan (setan) hanyalah pada atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah." (QS. An-Nahl: 97-100)
".... 'Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

Ikhlas adalah sebuah perkara yang menentukan nilai dari suatu amal. Hadits yang disampaikan di atas memberikan sebuah gambaran yang jelas tentang makna ikhlas. Sebab turunnya hadits tersebut adalah begini;Ketika penduduk muslim Makkah berhijrah ke Madinah, ada seorang laki-laki yang juga ikut pergi ke Madinah disebabkan di antara orang-orang yang berhijrah itu terdapat seorang wanita yang dicintainya dan ingin dinikahinya. Jadi kepergainnya ke Madinah bukan dengan sebab ketaatan pada Allah atas perintah hijrah tersebut -bahkan Ustadz menyebutkan bahwa laki-laki tersebut adalah orang kafir quraisy-.

Maka jelas, seseorang akan kembali kepada apa yang diniatkannya. Jadi buat seorang muslim, hendaklah segala amalnya itu semata-mata karena Allah. Lalu bagaimana jika suatu amalan memiliki niat lain selain kepada Allah?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari mendefinisikan ikhlas terlebih dahulu! Ikhlas berasal dari kata kholaso - yakhlusu yang bermakna kosong, selesai. Kata kholaso mendapat tambahan alif diawal sehingga terbentuklah kata ikhlas yang bermakna mengosongkan. Secara istilah ikhlas berarti mengosongkan motivasi yang lai dan motivasinya hanya karena Allah. Maka ikhlas secara sempurna disandarka sebagi ikhlas liLlahi ta'ala. Maksud dari liLlahi ta'ala adalah memasukkan unsur taqorrub dan mengharapkan kemuliaan dari Allah.

Maka salah satu dari bagian dari ikhlas adalah mengharapkan balasan dari Allah, yaitu dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari api neraka. Adalah suatu kekeliruan besar suatu pemahaman yang berkembang dewasa ini yang menyatakan bahwa seseorang yang beramal karena ingin mendapat surga dan terhindar dari neraka adalah orang yang tidak ikhlas. Berikut firman Allah yang menegaskan hal tersebut:
"Dan peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (QS. Ali 'Imran: 131)
-Rujuk juga QS. Al-Baqoroh: 24-

Dalam ayat lain disebutkan:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali 'Imran: 133)

Ayat-ayat tersebut memerintahkan seseorang untuk mengejar balasan dari Allah berupa dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari neraka.

Adapun syarat-syarat dari ikhlas adalah;
  • Perbuatan yang dikerjakan adalah ibadah.
  • Tujuannya adalah taqorrub yang artinya mencarai perhatian dan Allah saja dan melepaskan yang lainnya.
  • Mencari hanya balasan dari sisi Allah (dimasukkan surga dan dijauhkan dari neraka), dan bukan balasan dari sisi makhluk.

Lalu bagaimana dengan pertanyaan sebelumnya tentang niat-niat lain yang mengiringi ibadah? Syaikh Shalih bin Utsaimin menyatakan bahwa hal tersebut tidak mengapa selama niat taqorrubnya tidak lebih kecil dibanding niat sampingan tersebut. Akan tetapi, tidak murninya niat tersebut akan selalau membawa konsekuensi, yaitu amal dan pahala yang tidak sempurna. Maka hendaklah berhati-hati.

Adalah hal yang sangat disayangkan banyak orang yang terjebak pada niat-niat lain diluar taqorrub kepada Allah. Sebagai contoh adalah orang yang berpuasa dengan niat berhemat atau menjadi sehat. Apalagi didukung dengan hadits yang demikian terkenal, "Berpuasalah kamu agar kamu menjadi sehat." Padahal hadits tersebut lemah. Hal ini yang membuat seseorang tidak mendapat kebaikan amal seluruhnya walaupun tujuannya untuk hemat dan sehat bisa tercapai. Jadi jika ingin ibadah sempurna murnikan niat hanya buat Allah, dan hal-hal positif yang mengiringi ibadah tersebut adalah bonus dari Allah. Allah berfirman:
"Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah meyukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Tholaq: 3)

Maksudnya rezeki yang tidak disangka-sangka adalah sesuatu kebaikan yang tidak pernah diduga atau diharapkan atau direncanakan sebelumnya. Hal ini akan kerap terjadi sekiranya seseorang memurnikan niatnya hanya untuk Allah saja.

Cara untuk menjadi ikhlas:
  • Berlindung kepada Allah dari godaan syaithon.
    Seperti yang telah diungkapkan dalam surat QS. An-Nahl: 97-100, maka adalah sangat penting memohon agar dilindungi dari godaan setan untuk apapun termasuk ibadah. Setan dengan segala tipu dayanya selalu ingin menghancurkan manusia. Dan hal yang paling rentan adalah menjaga kemurnian niat. Sebagai contoh, seseorang yang ikhlas awalnya dalam sholat bisa terkotori keikhlasannya ketika orang lain tiba-tiba melintas didekat dia sholat. Mulailah ia membaguskan bacaannya atau memilih sura-surat yang panjang supaya terlihat sebagai orang yang shalih atau banyak hafalannya. Pada dasarnya ini adalah tipu daya setan.
  • Berlindung dari syirik.
    Dalam hal ibadah, syirik yang dimaksud di sini adalah syirik kecil atau tersembunyi. Syirik ini tidak mengeluarkan seseorang dari Islam tetapi merusak amalnya sehingga tidak bernialai apaun di sisi Allah. Ini adalah dosa yang sering kali tidak disadari dan kerap munculnya belakangan. Syirik kecil ini, Termasuk didalamnya adalah riya' dan sum'ah.
    Atau bisa juga ini syirik besar yang memungkinkan seseorang keluar dari agama. Yaitu melakukan suatu bentuk peribadatan yang ditujukan kepada selain Allah, misalnya berdoa kepada wali yang sudah meninggal atau bahkan kepada Rasul.
  • Membiasakan diri untuk menyembunyikan amal.
    Adapun menunjukkan amal demi pengajaran, maka hal tersebut tidak mengapa selama tidak dilakukan terus-menerus. Dikhawatirkan memperlihatkan amal akan bermuara pada sikap pamer.
  • Bergaul dengan orang-orang shalih.
    Orang-orang yang shalih, insyaAllah memiliki atau lebih dekat pada sikap ikhlas. Bergaul dengan mereka akan mengalibrasi kita untuk juga menjadi ikhlas, insyaAllah.
  • Membaca kisah-kisah para Rasul, sahabatnya, ulama.
    Termasuk cara bergaul dengan orang shalih adalah mebaca kisah para teladan umat dan mengaplikasikannya pada diri sendiri. Ini adalah bentuk bergaul dengan orang-orang yang telah meninggal.
  • Bersikap konsisten dalam beramal tidak peduli kondisinya.
    Salah satu bentuk keikhlasan adalah memberi lebih banyak daripada yang diterima. Dahulu Khalid bin Walid ketika menjadi jendral adalah orang yang sangat gigih berjuang. Lalu ketika ia diturunkan menjadi prajurit biasa, apa yang terjadi? Dia masih konsisten dengan kegigihannya. Buat dia jenderal atau prajurit sama saja, dia tetap memberi kapasitas sebagai seorang jendral walaupun statusnya adalah prajurit biasa.
  • Mengingat kematian dan akhirat.
    Mengingat mati dan akhirat bukan berarti membuat seseorang tidak melakukan sesuatu, tetapi sebaliknya bagaimana dengan mlakukan dua hal tersebut seseorang tetap berjuang buat hidupnya dengan memberi hal yang terbaik karena bagaimanapun bilangan usia tidak ada yang pernah tahu selain Allah.
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memmahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'rof: 179)

Wallahu a'lam bi ash-showab

No comments: