1.07.2009

Titik Balik: Makna Harga Diri

Suatu ketika sahabat saya bertanya mengenai titik balik dalam hidup. Ketika itu saya menjawab ada sejumlah peristiwa yang menjadi titik balik, saya tidak bisa memilih salah satu yang paling besar. Buat saya, peristiwa-peristiwa itu memberikan pencerahan dan seringkali paradigma baru.

Salah satu peristiwa yang paling saya ingat adalah murkanya wali kelas saya ketika SMA. Kemurkaan itu membawa saya berpikir tentang harga diri. Mari saya ceritakan kisahnya!

Suatu ketika di pertengahan cawu 2 kelas 3, saya dan kawan-kawan menghadapi ujian Kimia. Kami mengerjakannya dengan penuh konsentrasi. Soal-soal yang demikian sulit rupanya menggoyahkan iman seseorang dari kami. Dia menyontek. Ibu Retno Palupi, guru Kimia kami, rupanya mengetahui hal tersebut. Akan tetapi, alih-alih menghukum orang tersebut, beliau menyampaikan kejadian yang dilihatnya kepada wali kelas kami, Ibu Indraningrat.

Seusai ujian Kimia, kami masih merasa biasa-biasa saja. Kami tidak tahu bahwa pada hari itu juga, sebuah peristiwa besar menanti kami di jam terakhir sekolah; kemurkaan paling dahsyat dari wali kelas kami.

Jam pelajaran terakhir adalah matematika. Kami merasakan atmosfer yang berbeda ketika Ibu Indra masuk. Biasanya beliau masuk dengan senyum, namun kali ini tidak ada senyum di wajah beliau. Rupanya hari itu beliau tidak mengajar kami matematika. Beliau mengajar tentang hidup.

"Apa yang kalian pikir? Saya sungguh kecewa bahwa ada dari kalian yang menyontek."

Kami diam, masih belum mengerti. Akhirnya kami tahu bahwa ada yang menyontek pada ujian Kimia beberapa jam sebelumnya dari kata-kata yang terlontar bak mitraliur dari lisan Ibu Indra. Karisma beliau mampu membuat kami merasa bahwa tiap orang dari kami bersalah atas kejadian itu. Kepala kami makin tertunduk.

"Di mana letak harga diri kalian? Apa yang kalian lakukan sama saja seperti menjual harga diri kalian di pasar Kebon Roek sana!

"Kalian tahu, dahulu kakak-kakak kelas kalian tidak pernah menyontek walau tidak ada guru yang mengawas waktu ujian?! Mereka menggantungkan harga dirinya di langit."

Saat itu saya bertanya, apakah sebenarnya itu harga diri. Saya tahu kata majemuk itu, tetapi masih belum mengerti makna dibaliknya. Dan ketika itu saya dipaksa berpikir lebih keras untuk memahami perbedaan harga diri yang dijajakan di pasar dengan yang digantungkan di langit. Dan saya sampai pada suatu kesimpulan.

Harga diri adalah mememelihara bagianmu dalam mengendalikan hidupmu. Ketika hidupmu tergantung oleh orang lain, yang sering kali dilakukan dengan "mencuri hak" orang lain, maka harga dirimu terjual sudah.

Di akhir jam pelajaran, kami masih belum tahu siapa yang telah menyontek tersebut karena bukan itu yang penting. Ini bukan tentang membuat seseorang mengaku dan mempermalukannya. Ini tentang pembelajaran. Saya percaya bahwa semua orang belajar pada hari itu.

No comments: