2.20.2009

Refleksi Jum'at : Memilih Hidayah

"Dan orang-orang yang mendustakan tanda-tanda (kekuasaan) Kami dan (mendustakan) adanya pertemuan akhirat, sia-sialah amal mereka. Mereka diberi balasan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'rof: 147)


Khutbah Jum'at pekan lalu yang saya dengar adalah tentang memilih hidayah. Pada ayat di atas, pengingkaran terhadap tanda-tanda Allah dan hari akhir menggiring manusia pada kebinasaan. Maka adalah sangat penting untuk mencari sebab-sebab hidayah, memilihnya jalan hidayah, serta memelihara hidayah itu.

"Bukankah pernah datang kepada manusia dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?" (QS. Al-Insan: 1)
Ayat ini menjelaskan bagaimana kekuasaan Allah yang telah menciptakan manusia dari sesuatu yang sebelumnya tidak terdefinisikan. Dan dengan karunia ini saja, telah cukup alasan manusia untuk tunduk kepada Dia.

"Sungguh Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang (manusia itu) hendak Kami mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat." (QS. Al-Insan: 2)
Ini adalah karunia Allah yang lain, bahwa sejak awal dari penciptaan manusia itu sudah merupakan nikmat. Dari percampuran laki-laki dan perempuan, manusia lahir dengan izin Allah. Bukankah ini sesuatu yang luar biasa? Satu hal yang harus digarisbawahi bahwa penciptaan manusia bukan sekedar nikmat semata melainkan juga ada ujian di dalamnya. Maka ini adalah hikmah diciptakannya pendengaran dan penglihatan bagi manusia. Kedua hal tersebut merupakan sebagian dari alat-alat yang dikaruniakan Allah pada manusia dalam rangka menghadapi ujian-ujian yang ditetapkan baginya.

"Sungguh, Kami telah menunjukkan jalan (yang lurus), ada yang bersyukur dan ada yang kufur." (QS. Al-Insan: 3)
Maka jalan kebenaran telah nyata, maka pilihan ada di tangan manusia apakah dia akan bersyukur atau kufur. Bersyukur adalah dengan memilih jalan kebenaran dan berpegang tegus kepadanya. Adapun kufur adalah berpaling dari kebenaran padahal telah nyata kebenaran itu. Dan tidak lain balasan dari kekufuran itu adalah sebagimana yang difirmankan Allah pada ayat selanjutnya:
"Sungguh, Kami telah menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu, dan neraka yang menyala-nyala." (QS. Al-Insan: 4)

Lalu apakah balasan bagi orang-orang yang tadi telah memilih kebenaran? Allah berfirman:
"Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (Yaitu) mata air (dalam surga) yang diminum oleh hamba-hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya." (QS. Al-Insan: 5-6)

Kebersihan hati dan kejernihan akal seseorang akan menuntun seseorang pada jalan hidayah, yaitu membela Allah, rasul-Nya, dan agama-Nya. Sebuah kisah diawal kenabian Rasulullah, yaitu dialog beliau, istrinya, Khadijah ra., dan Waraqah bin Naufal tentang wahyu pertama RasuluLlah. Waraqah menunjukkan penerimaannya terhadap kenabian Rasul dan apa yang dibawanya walaupun semua masih dengan informasi yang minim. Namun dengan ketajaman hati dan pikirnya, Waraqah yakin kepada RasuluLlah dan siap untuk membela. Maka walaupun dia akhirnya wafat sebelum berislam seutuhnya, dia telah memilih jalan hidayah.

Dari Aisyah r.a. -seperti yang diriwayatkan dalah Shahih Bukhari-berkata, awal permulaan wahyu kepada Rasulullah saw. adalah mimpi yang benar. Beliau tidak melihat sesuatu mimpi, kecuali mimpi tersebut datang seperti cahaya subuh. Kemudian beliau menyendiri di Gua Hira untuk beribadah beberapa malam sebelum kembali ke keluarganya dan mengambil bekal untuk kegiatannya itu sampai beliau dikejutkan oleh kedatangan Malaikat Jibril pada saat berada di Gua Hira.

Malaikat Jibril mendatangi beliau dan berkata, “Bacalah!” Rasulullah saw. menjawab, “Saya tidak dapat membaca.” Beliau mengatakan, lal malaikat itu memegang dan mendekapku sampai aku merasa lelah. Kemudian ia melepaskanku dan megnatakan, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak dapat membaca!’ Malaikan itu mengulanginya untuk yang ketiga sambil mengatakan, “Iqra’ bismi rabbikal ladzii khalaq; bacalah, dengann menyebut nama Rabbmu yang menciptakan.” (Al-’Alaq: 1)

Kemudian Rasulullah saw. pulang. Kepada isterinya, Khadijah, beliau berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Lalu beliau diselimuti sampai rasa keterkejutannya hilang. Kemudian beliau menceritakan apa yang terjadi kepada Khadijah. “Aku Khawatir terhadap diriku.” Khadijah menjawab, “Tidak. Demi Allah, sama sekali Dia tidak akan menghinakanmu selamanya. Sebab, engkau orang yang mempererat tali persaudaraan dan memikul beban orang lain. Engkau orang yang menghormati tamu, membantu orang yang susah, dan membela orang-orang yang berdiri di atas kebenaran.”

Kemudian Khadijah pergi bersama Nabi saw. menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. Waraqah pernah menulis kitab Injil berbahasa Ibrani. Khadijah berkata, “Wahai anak pamanku, dengarlah apa yang dikatakan oleh anak saudarmu.” Waraqah bertanya dan ketika Rasulullah saw. menceritakan peristiwa yang dialaminya, ia berkata, “Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah diutus Allah swt. kepada Nabi Musa a.s. Alangkah bahagianya seandainya aku masih muda perkasa. Alangkah gembiranya seandainya aku masih hidup tatkala kamu diusir oleh kaummu.”

Rasulullah saw. bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak seorang pun yang datang membawa seperti yang kamu bawa kecuali akan diperangi. Seandainya kelak aku masih hidup dan mengalami hari yang kamu hadapi itu pasti aku akan membantumu sekuat tenagaku.”


Kisah-kisah sahabat-sahabat RasuluLlah yang lain tentang memilih jalan hidayah juga tidak kalah mengagumkan. Ada di antara mereka yang melakukan perjalanan yang begitu jauh untuk mencari kebenaran. Ada yang menghadapi cobaan-cobaan yang luar biasa ketika mereka memilih untuk menjadi orang-orang yang bersyukur.

Bagaimana dengan kita?
Cukup sadarkah kita untuk memilih jalan hidayah, sementara kita mungkin terlahir di dalamnya?

Wallahu a'lam bi ash-showab.

No comments: