2.03.2009

Beropini tentang Televisi

Luar biasa! Saya terjebak dalam sesuatu kekaguman yang aneh. Aneh? Betul, karena kekaguman itu berkaitan dengan sesuatu yang saya tidak sukai. Saya tengah membahas televisi dan penikmatnya.

Sudah tiga tahun terakhir ini, saya memilih untuk tidak menonton televisi. Terkadang, saya memang masih menonton televisi ketika bertandang ke rumah kawan atau keluarga. Selebihnya, saya enggan. Alasan saya sederhana saja; saya merasa televisi (Indonesia) berbahaya!

Pernyataan berbahayanya televisi mungkin tidak lebih dari sekedar opini pribadi, namun kerap kali saya dapati bahwa televisi memang memberi pengaruh buruk. Salah satu bukti adalah beberapa waktu lalu ketika saya berkunjung ke rumah sepupu. Ketika itu, sayang sekali, satu-satunya wahana hiburan yang bisa dinikmati adalah televisi. Ketika senggang, saya menemani para keponakan untuk menonton televisi. Dan saya takjub menyadari bahwa saya bisa terkuras secara emosi walau saya hanya menonton setengah jam saja. Saya merasa kian takjub ketika teringat bahwa banyak orang yang bisa menikmati televisi sepanjang hari; pagi sampai malam. Buat saya, ini adalah salah satu bukti ketangguhan manusia menghadapi kondisi apapun ketika dia menjadi terbiasa dengan kondisi tersebut.

Dari tayangan-tayangan yang saya saksikan, saya simpulkan bahwa tayangan-tayangan televisi kita hanya berkutat pada permasalahan remeh-temeh yang didramatisir secara luar biasa mulai dari tayangan-tayangan sinetron, infotainment, dan reality show. Televisi tidak lain adalah wahana tipu daya dan tampaknya banyak yang menikmati menjadi korban penipuan.

Suatu ketika saya berkunjung ke kost kawan dan menyaksikan sebuah reality show yang bersimbah air mata dan juga diiringi perkelahian yang disaksikan oleh banyak orang. Aneh, bahwa orang-orang yang menyksikan tersebut tidak mencoba melerai bahkan menunggu kejadian melodrama apalagi yang bakal terjadi. Semua terekam dalam tayangan tersebut. Hmmm... saya mencoba menalar di mana letak realitas dari tayangan tersebut. Jika tayangan itu rekayasa, maka pemirsa telah dibohongi bahkan sejak awal, disuguhi reality show yang ternyata bukan realita. Jika tayangan itu benar, maka terlihat betapa kebasnya hati manusia yang memilih memuaskan hawa nafsu dengan mempermalukan orang lain, menyelebrasi pertikaian, melanggar ruang pribadi, dsb.

Bagaimana dengan berita? Ah..., berita sekarang tidak lebih dari perburuan sensasi. Pewartaan oleh televisi hanya sekedar transfer informasi yang justru tidak mencerdaskan. Sebaliknya, televisi telah menjadi gerbang utama bagi penyebaran rasa takut, kemarahan, ketidakpercayaan, permusuhan, fitnah, dan lain sebagainya. Oh... mungkin saya salah, ada beberapa pihak yang dicerdaskan oleh televisi; para pelaku kejahatan.

Saya ingin bertanya sebenarnya pada penikmatnya, apakah mereka benar-benar bisa menikmati televisi karena buat saya benda tersebut sama sekali tidak menghibur.

Apakah sudah sedemikian kerasnya hati sehingga penikmatnya merasa biasa saja ketika berbagai tayangan yang tentang hal-hal yang berlawanan dengan norma dan etika ditayangkan secara vulgar atas nama hiburan?

Apakah sedemikian lemahnya jiwa sehingga tidak ada yang sadar bahwa kebohongan secara repetitif yang dibawa televisi semakin memperburuk tatanan nilai dan norma?

Apakah sedemikian terpuruknya mental kita sehingga emosi dan bahkan jam biologis demikian dikendalikan oleh tayangan-tayangan televisi?

Apakah sudah sedemikian hitamnya kehidupan manusia sehingga tidak ada sesuatu yang optimis yang bisa diwartakan?

Ah.... sedih sekali, banyak manusia yang menjadi tidak merdeka!

2 comments:

Anonymous said...

Memang miris sekali Pak ya ... dan (hampir) semua stasiun televisi Indonesia seperti itu.

Saya kalau nonton televisi, lebih sering memilih TVRI. Sebab, beberapa acaranya diambil dari TV Edukasi. Memang sih acara untuk anak sekolah---terutama SD dan SMP---tapi saya menikmatinya. TV lain yang cukup sering saya tonton adalah TV lokal, karena saya tertarik dengan konten daerah di dalamnya.

Oh ya, di TVRI juga ada serial Oshin, sinetron Jepang yang juga pernah tayang di TVRI hampir 20 tahun lalu. Kisah yang sangat menarik, tapi sekali lagi miris mengingat betapa tak satupun sinetron-Indonesia-yang-pernah-dibuat yang seperti itu ...

Muhammad Ilham Adhynugraha said...

^^
Kecenderungannya memang seperti itu, Bung Ed :(

Sebenarnya saya percaya mungkin ada tayangan-tayangan yang mendidik, tetapi jumlahnya mungkin sedikit sekali.

Dari dulu TVRI memang favorit saya, terutama film dokumenternya. Sinema-sinema elektroniknya juga, seperti Oshin itu. Sekarang sich, sudah tidak punya televisi jadi tidak mengikuti perkembangan TVRI lagi.

Btw, hal yang paling saya ingat dari Oshin adalah pandangannya tentang perang.