2.11.2014

KMPN: Sebuah Napak Tilas | #003 - Kontribusi

Pertanyaan tentang kontribusi selalu jadi primadona dalam berorganisasi di kampus, ta terkecuali di KMPN. Pertanyaan tentang kontribusi sudah dimulai sejak OSKM, dilanjutkan saat kaderisasi, lalu dalam proses berorganisasi. Masalah kontribusi ini bahkan buat KMPN yang mengusung kata keluarga mahasiswa dalam namanya, dan bukannya himpunan mahasiswa atau ikatan mahasiswa.

Mengapa kontribusi menjadi sedemikian penting?

Saya teringat saat saya menjalani masa kaderisasi. Saat itu karena sesuatu saya harus keluar dari barisan angkatan saya. Seorang senior dari angkatan 2000, Emir namanya, bertanya kepada saya.

"Ham, kamu mau jadi ketua KMPN nanti?"

"Kenapa, Master?"

"Ya sebagai bentuk kontribusi kamu buat KMPN."

"Tapi, bentuk kontribusi 'kan tidak harus sebagai pemimpin, Master."

Pembicaraan itu terhenti di situ. Namun dua tahun kemudian, tantangan serupa datang lagi. Kali ini dari senior angkatan 1999. Kak Lia, begitu saya memanggilnya. Beliau bertanya mengapa saya tidak mengambil kesempatan mendaftar sebagai calon ketua KMPN.

"Kamu 'kan bisa melakukan sesuatu yang lebih buat KMPN ketika menjadi ketua," begitu argumen beliau ketika itu.

"Tapi enjadi ketua bukan satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan, Kak."

"Ya, itu pilihanmu. Tapi coba dipikir baik-baik lagi."

Akhirnya saya memang mengambil form pendaftaran, terlambat sekali dibanding kandidat lain. Alasan saya semata-mata saat itu karena desakan beberapa orang dari kawan angkatan. Saya sebenarnya enggan karena masa kampanye mengambil waktu bulan romadhon juga saat itu.

Saya berangkat ke medan kampanye dengan biaya minim. Saya tidak bisa membuat kaos atau spanduk seperti kandidat lain. Yang saya punya saat itu adalah spirit untuk melakukan yang terbaik karena diamanahi kawan-kawan untuk maju. Media kampanye saya hanyalah beberapa lembar kertas buram yang ditulisi spidol.

Sudah jalannya, saya menang saat itu. Terus terang ini bukan karena saya lebih baik daari kandidat lain. Bahkan jika dibandingkan dengan teman-teman lain yang bahkan tidak mencalonkan diri, saya sangat kurang. Saya punya ketua angkatan dengan kualitas kepemimpinan prima. Saya punya teman yang punya kedewasaan dan retorika lebih bagus daripada saya. Saya punya teman yang selalu bisa memberi ide-idenya yang kreatif. Saya bukan apa-apa.

Tetapi mengapa saya yang digadang-gadang untuk maju?

Saya tidak pernah tahu jawabannya, tetapi saya menduga bahwa Allah ingin memberikan ruang buat saya untuk belajar. Saya dahulu merasa saya cuma bisa belajar dari bangku kelas. Saya berkomitmen untuk mendedikasikan waktu saya buat belajar. Ya, belajar!

Keinginan saya untuk belajar sangat kuat, dan malah tantangan kepemimpinan yang datang. Dan nyata ini adalah jawaban dari harapan saya. Saya belajar jauh lebih banyak dari proses berorganisasi di KMPN. Saya mengambil pelajaran jauh lebih banyak daripada apa yang bisa saya kontribusikan.

Saya belajar bagaimana paradigma baru bahwa ketua KMPN lebih bersifat kepelayanan daripada kepemimpinan itu seniri. Saya belajar untuk menjadi 'orang tua' yang telinganya harus siap mendengar, yang lidahnya siap mengayomi, yang hatinya lapang ketika dikritik, yang badannya ada di depan ketika pihak luar memojokkan. Saya belajar menempatkan diri kapan harus bersikap lunak atau bersikap keras.

Ada terlalu banyak yang saya peroleh dari KMPN, yang bahkan dengan menjadi ketua KMPN sepuluh kali pun tak akan terbayar. Di KMPN saya merasa mendapat dukungan dari orang-orang terbaik. Di KMPN saya memperoleh sahabat, saudara, keluarga. Di KMPN saya memperoleh pengalaman, setetes kebijaksanaan, setitik kedewasaaan yang bahkan sampai saat ini saya manfaatkan dalam perjalanan hidup saya.
Dalam perjalanan bersama KMPN itu pula, kemudian saya melihat perspektif baru, bahwa teman-teman saya cukup sadar melihat bahwa kontribusi mereka akan lebih nyata ketika mereka melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang menjadi kekuatan mereka. Mereka yang lebih kreatif menjadi punya ruang lebih dengan kreativitasnya ketika berada di tempat yang tepat. Mereka yang senang bekerja dalam tekanan, menjadi antusias dengan terlibat di kepanitiaan daripada disibukkan membicarakan hal-hal konseptual di BPP dan DPA. Ini yang saya lihat sebagai self awareness. Di sini saya menyadari bahwa ketika seseorang kenal dirinya maka dirinya akan punya kecenderungan melakukan sesuatu yang bisa membuat dirinya dan lingkungannya berkembang pada saat yang sama.

Saya pun percaya bahwa spirit tentang kontribusi ini juga dirasakan oleh angkatan-angkatan berikutnya. Saya ingat keika angkatan 2002 kuorum memilih Azhar sebagai ketua KMPN. Azhar saat itu dipilih bukan karena superior dalam berbagai hal, namun bagaimana dia bisa membumi dengan teman-temannya saat itu, dan dengan menjadi ketua dia bisa mengoptimalkan kontribusinya daripada harus memegang posisi lain.

Dalam proses pemilihan ketua KMPN dari angkatan 2003, kemudian 2004 dan seterusnya, pada dasarnya sama saja. Mereka yang maju sebagai kandidat karena ingin memberi lebih. Mereka yang menjadi kandidat kenal baik dengan kualitas kompatriotnya. Bagaimana tidak, mereka itulah yang kerap bergadang dan tidur bersama di ruangan sempit demi mengerjakan program-program KMPN di masa itu. Mereka maju karena punya visi buat diteruskan buat ke anggota keluarga yang lain. Apakah mereka menganggap visi pesaingnya tidak lebih baik? Bukan, bukan itu! Persaingan antarteman itu muncul karena KMPN layak diperjuangkan. Mereka tetap siap mendukung siapapun yang maju. Tetapi jalan bukan berarti lapang untuk itu. Hal yang lebih menakjubkan, bahkan sengitnya pertanyaan pada masa kampanye datang dari angkatan mereka sendiri. Sekali lagi bukan mereka karena tidak percaya pada temannya yang menjadi calon, tapi mereka merasa KMPN perlu memperoleh yang terbaik.

Dari tadi saya bicara soal ketua, maka sekarang saya memberi contoh soal kontribusi dari seorang anggota biasa. Saya masih ingat sekali dengan tangisan Nurul, KMPN 2002, saat konsep acara wisudaannya berjalan tidak sempurna menurut dia (sebuah kesalahan kecil yang bahkan kami tidak sadar akan hal itu). Buat Nurul itu tidak pernah jadi acara wisudaan yang sempurna, padahal selama bertahun-tahun acara itu dikenang sebagai salah satu acara wisuda terbaik yang KMPN pernah laksanakan. Ini bentuk kontribusi yang sejati. Tidak setengah-setengah.

Di lain waktu, saya masih ingat pembicaraan Reza, Reo, Jeki, dan teman-teman yang lain soal membangun keprofesian KMPN. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk membahas ini. Bukan sekedar membagun keprofesian dalam skala lokal namun nasional. Pengalaman organisasi minim tidak membuat mereka khawatir, dan justru semakin bersemangat. Soal berhasil atau gagal itu bukan tujuan, namun kepuasan batin karena bisa melakukan sesuatu yang nyata.

Menjadi ketua, anggota BPP atau DPA, anggota biasa yang mungkin selama ini dianggap sebagai penggembira, atau siapapun dia yang termasuk anggota biasa KMPN, kalian semua punya peran penting. Tanpa salah satu dari kalian yang mengambil peran dan tanggung jawab itu, KMPN menjadi tidak sempurna baik sebagai organisasi maupun 'keluarga'. Kesadaran diri (self awareness) kalian dituntut di sini, karena dengan itu kalian tahu bentuk kontribusi apa yang paling baik, baik buat diri pribadi maupun KMPN.

Jadi ketika pertanyaan mengapa seorang anggota KMPN perlu berkontribusi, saya bisa memberi sedikit perspektif. Ada banyak yang sudah diambil dari KMPN oleh yang bersangkutan, baik itu sadar atau tidak, sedikit kontribusi adalah sebuah tanda rasa sukur yang bersangkutan atas "fasilitas" yang disediakan KMPN. Di lain pihak, kontribusi sebuah bentuk kepercayaan diri bahwa dirinya cukup berharga dan pantas berbuat sesuatu buat dirinya, orang lain, dan lingkungannya. Orang yang enggan berkontribusi, mungkin ada keraguan atau rasa malu dalam hatinya yang merasa bahwa dirinya tidak cukup baik. Atau bahkan yang lebih parah dia tidak mengenal dirinya sehingga tidak tahu apa yang sebenarnya bisa dia berikan dari dirinya.

Jadi, pilihan untuk berkontribusi itu ada di kalian, kawan! Bagaimana caranya? Kalian pasti tahulah bagaimana caranya.

No comments: