2.09.2014

KMPN: Sebuah Napak Tilas | #001 - Rasa Kepemilikan (ownership)

Hari ini nama saya disebut dalam sebuah diskusi di Facebook. Diskusi tentang isu-isu kekinian di KMPN (Keluarga Mahasiswa Teknik Penerbangan).

Nostalgia masa lalu dengan KMPN, selalu membuat saya tersenyum. Ada terlalu banyak pelajaran yang saya peroleh dari perjalanan bersama KMPN. Dan mungkin saatnya saya berbagi kenangan itu dalam beberapa tulisan mendatang dengan diawali tulisan ini.

Kali ini saya akan bercerita soal rasa kepemilikan (ownership).

Saat pertama saya tiba di kampus ITB, saya masih ingat sekali ketika saya disapa oleh seorang senior usai melakukan registrasi. Digit namanya. Digit adalah orang yang sangat ramah dan bersahabat. Dia bercerita soal KMPN, bertanya apakah saya sudah mendapat tempat tinggal, dan sebagainya. Untuk kali pertama saya merasa tidak perlu ada kekhawatiran ketika saya pertama kali merantau jauh dari kampung halaman.

Belakangan saya tahu bahwa itu adalah sebuah fasilitas yang disediakan oleh KMPN buat mahasiswa baru. Sebuah fasilitas yang hendak menekankan bahwa kami, para mahasiswa baru, memang akan jauh dari keluarga yang selama ini mendukung. Akan tetapi, akan ada keluarga baru yang akan menyambut di tempat baru, yang akan siap mendukung walaupun mungkin tidak sempurna seperti dukungan ayah, ibu, atau saudara yang ditinggalkan saat itu.

Satu hal yang membuat saya bertanya selama bertahun-tahun, mengapa para senior kami melakukan itu? Dan saya percaya mereka ikhlas. Mereka tidak dibayar, bahkan kadang harus berkorban waktu, tenaga, dan uang untuk menyambut kami orang-orang tak dikenal, miskin pengalaman, dan naif. Yang lebih aneh adalah bahwa perasaan serupa tumbuh dalam hati kami beberapa waktu kemudian. Ketika masuk tahun ajaran baru. Orang-orang baru akan datang, dan kami berharap bisa memberikan penyambutan yang terbaik buat mereka. Tetapi buat apa itu semua?

Saya awalnya memandang hal itu hanya smacam ritual tahunan yang sudah ada. Tetapi semakin lama saya berkutat dalam KMPN, semakin sadar saya bahwa itu bukan sekedar ritual.

Itu adalah bentuk dari rasa kepemilikan. Rasa kepemilikan adalah hal dasar yang perlu dimiliki sebuah keluarga. Saya akan mengambil ilustrasi sederhana dari seorang anak dalam sebuah keluarga. Perhatian orang tua akan seorang anak jauh sebelum kelahirannya tiba. Mereka mempersiapkan sebaik-baiknya apa yang dirasa perlu buat tumbuh kembang si anak, walaupun mereka juga tahu ada risiko bahwa si anak suatu saat nanti mungkin tidak selalu jadi anak yang berbakti, kadang membangkang, mengkin sesekali membuat kecewa. Tetapi hal-hal seperti itu tidak menyurutkan orang tua untuk melakukan hal-hal terbaik buat anaknya.

Hal itu juga yang saya rasakan dari para senior saya waktu itu. Saya yakin rasa kepemilikan itu yang membuat mereka dengan senang hati mengadakan kegiatan penyambutan itu, kemudian kaderisasi. Terkadang risiko yang harus dihadapi dengan mengerjakan itu semua sangat tidak sepadan (ancaman drop out misalnya atau tidak semua orang dalam satu angkatan menjadi anggota biasa KMPN). Mereka tahu semua risiko itu, namun tetap melakukan semua hal itu.

Mereka, dan dan kemudian menurun kepada saya dan teman-teman yang lain, melihat bahwa KMPN bukan semata-mata organisasi, tetapi memang sebagai keluarga adanya. Rasa kepemilikan terhadap keluarga dan anggota keluarga itulah yang menjadi landasan untuk peduli dan bekontribusi, yang saya percaya bahwa semua orang punya caranya sendiri untuk melakukan itu.

Nyaris tiga belas tahun sejak pertama saya mengenal KMPN. Saya tidak lagi bisa seperti dulu melihat dinamika yang terjadi di KMPN, tetapi saya berharap rasa kepemilikan itu yang tetap ada dalam dada anggota KMPN muda. Saya percaya, dengan satu nilai ini saja, spirit kekeluargaan KMPN akan tetap ada. Satu hal yang saya yakini bahwa dengan memiliki rasa kepemilikan, hal itu cukup membuat seseorang bersedia memberikan potensi terbaiknya dengan menanggung risikonya.

No comments: