12.09.2009

Sebuah Insight Tentang Doa

Dari NOTES facebook:

Suatu ketika saya mendapat sebuah insight tentang doa. Ini mungkin bukanlah tentang doa yang demikian hebatnya, sebaliknya ini adalah tentang doa yang sangat sederhana. Terlalu sederhana mungkin, bahkan untuk diceritakan.


Kepulangan saya bersama adik sepupu dari sholat tarawih dari rumah salah seorang ustadz adalah bagaimana kisah ini terkuak. Sepupu saya itu membonceng saya dengan motor tua menerobos pekat malam. Dalam perjalanan itu, kami melihat seorang pengendara sepeda berkendara dengan santai. Kami mengenalinya. Dia adalah sahabat kami yang sangat baik dari acara pengajian yang biasa kami hadiri. Adik saya memberi tanda kepada sahabat itu dengan bunyi klakson. Sepatutnya kami menutur salam sebagaimana adab, tetapi kondisi kami di jalan raya membuat kami hanya bisa memberi tanda dengan klakson. Dan kami berlalu mendahului sahabat itu.

“Tahu nggak Dae Ilham?” Sepupu saya bergumam samar di antara deru ringkih motor yang kami kendarai.

“Tahu apa?”

“Doanya Fulan (sahabat kami itu) dikabulkan.”

“Kok tahu?”

“Dia pernah berdoa agar diberikan sepeda supaya bisa lebih rajin pergi ke pengajian.”

Saya teringat cerita serupa dari seorang kawan pengajian yang bertandang ke rumah saya beberapa hari sebelumnya tentang seseorang kawannya yang diberikan kemudahan menuntut ilmu agama dengan sepedanya yang tidak lain adalah buah dari doanya. Saya akhirnya menyimpulkan bahwa kisah kawan itu tidak lain adalah kisah tentang Fulan.

Fulan dahulunya adalah seorang remaja laki-laki pada umumnya di daerah saya. Pertarungan menemukan jati diri telah mengantarkan dirinya menjadi preman kampung. Hari-harinya dihabiskan dengan berkumpul bersama kawan-kawannya, merokok, dan melakukan hal-hal kontraproduktif.

Sungguh Allah telah menetapkan dia memperoleh hidayah. Dia mulai mengikuti kajian-kajian ilmu dan menyadari apa yang dilakukannya selama ini ternyata keliru. Perubahan besar terjadi, dia mulai meninggalkan rokoknya dan bekerja walau sekedar serabutan sebagai kuli bangunan.

Semangatnya yang menggebu untuk mencari pehaman agama yang benar juga untuk memenuhi kebutuhan hidup dibatasi oleh fasilitas yang serba kurang. Setiap hari dia mesti berjalan kaki untuk ke tempat kerja. Juga untuk pergi ke pengajian, dia harus menempuh beberapa kilometer. Kadang-kadang dia beruntung dibonceng oleh kawannya yang memiliki motor dan menuju tempat yang sejalur.

Kondisi tersebut membuatnya berdoa agar Allah berkenan memberikannya sepeda. Dia cuma meminta sepeda agar lebih bersemangat dalam menggapai faidah ilmu agama. Dia tidak meminta motor karena khawatir justru terjerumus pada hal-hal yang justru kurang baik, seperti ngebut-ngebutan atau pergi ke tempat-tempat yang kurang pantas.

Dan kami melihat ALlah mengabulkan doa Fulan. Beberapa waktu berselang, dia memperoleh sepeda dari seseorang. Saya lupa, apakah sepeda itu diperolehnya sebagai hadiah atau dibelinya dengan harga yang sangat murah sehingga tidak ada rasa berat dari sisi ekonomi ketika dia memperoleh sepeda itu. Dan yang saya saksikan bahwa Fulan memenuhi janjinya. Sepeda itu dipakainya untuk pergi bekerja dan ke pengajian saja. Dia pun telah bertransformasi menjadi seseorang yang demikian lemah lembut, santun, dan low profile. Sungguh, saya tidak melihat ada sisa-sisa dari masa lalunya yang dikenal sebagai preman kampung.

Mengingat itu semua, saya hanya bisa terpekur dalam perjalanan pulang tarawih malam itu. Sebuah doa sederhana yang ditujukan hanya untuk menambah ketaatan kepada Rabb semesta alam, adakah yang lebih syahdu dari hal ini? SubhanaLlah, ALlahu akbar…. Saya iri!

No comments: