12.09.2009

Pelajaran Tentang Harga Diri

Dari NOTES facebook:

Saya teringat akan suatu pelajaran penting dalam hidup saya beberapa tahun yang lalu. Ketika itu saya masih duduk di bangku SMU. Demikian berpengaruhnya pelajaran itu dalam jiwa saya sehingga pengalaman ketika saya memperoleh pelajaran tersebut selalu menjadi jangkar saya untuk senantiasa mengoreksi diri, apakah saya berada pada track yang benar.

Suatu ketika saya dan teman-teman menghadapi ulangan harian untuk mata pelajaran Kimia. Kami mengerjakan sejumlah soal-soal yang cukup sulit ketika itu. Rupanya, tidak semua orang cukup bersabar untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Salah seorang di antara kami menyontek ketika guru kimia kami keluar beberapa saat dari kelas. Ternyata hal itu dilihat oleh guru kimia kami tersebut dari jendela belakang ketika hendak kembali ke kelas.

Alih-alih memanggil anak tersebut, guru kimia saya memberi tahukan kejadian itu kepada wali kelas kami. Kami tidak tahu bahwa pada hari itu kami akan menghadapi kemarahan terbesar sepanjang sejarah belajar kami di sekolah tersebut.

Jam terakhir adalah jam Matematika. Wali kelas kami masuk dengan wajah masam dan kami segera merasakan atmosfer yang berbeda. Benar rupanya, wali kelas kami menumpahkan badai kemarahan kepada kami atas peristiwa penyontekan itu. Beliau bertanya kepada kami, di mana kami meletakkan harga diri.

Saya terperangah. Harga diri? Ini adalah suatu kosa kata yang kerap kali saya dengar namun saya tidak benar-benar paham akan artinya.

Beliau berkata, ”Apa yang kalian lakukan ini sama dengan menjual harga diri kalian layaknya barang dagangan di pasar Kebon Roek sana!

“Sepatutnya kalian menggantungkan kejujuran kalian setinggi bintang di langit.”

Beliau senantiasa memakai kata kalian kepada kami walaupun pelaku penyontekan itu hanya satu orang. Buat beliau, ini bukan tentang satu orang tersebut. Ini adalah tentang KAMI. Beliau merasa kecewa atas ketidakjujuran kami. Beliau merasa sedih atas sikap kami yang tidak bisa memberikan yang terbaik buat diri sendiri. Menyontek adalah kekalahan karena saat itu kejujuran dan harga diri terabaikan.

Siang itu, kami diam seribu bahasa. Semua bermain dengan pikiran masing-masing. Untuk kali pertama saya mulai mengerti tentang makna harga diri. Harga diri adalah tempat di mana saya memilih untuk menjadi sesuatu atau sesuatu yang lainnya.

Apakah saya memilih menjadi jujur atau berdusta!?
Apakah saya memilih amanah atau pengkhianatan!?
Apakah saya memilih kesabaran atau jalan pintas!?
Apakah saya memilih menjadi diri sendiri atau hidup dalam kendali orang lain!?
Apakah…
Apakah…
Apakah…
Apakah saya memilih sebagai seorang pemenang atau pecundang!?

Pengalaman hari itu masih berbekas luar biasa pada diri saya. Menurut saya, wali kelas kami telah bertindak bijaksana dengan tidak membuka aib kawan kami atau menghukum atau sekedar menasehati yang bersangkutan secara tertutup. Lebih dari itu beliau memberikan pelajaran berharga buat setiap anak didiknya. Sampai hari ini pun kami tidak pernah tahu siapa pelaku penyontekan itu. Buat kami itu tidak penting lagi.

Pelajaran itu senantiasa mengingatkan saya bagaimana harus bersikap apapun peran saya. Bukan untuk menjadi lebih dari orang lain, sebab standardisasi saya tidak tergantung standardisasi orang lain. Saya tidak berkompetisi dengan orang lain. Jauh lebih berat dari itu, saya bertarung. Bertarung dengan diri sendiri.

Ini adalah sebuah pelajaran yang sangat berharga buat saya dan saya rasa cukup pantas untuk dibagi. Semoga bisa menjadi pelajaran juga buat siapapun yang membaca.

No comments: