11.02.2007

Bima dan Kearifannya (Bimanese Wisdom)

Saya menyempatkan diri untuk pulang ke Bima pada libur lebaran lalu. Sehari setelah lebaran, saya berangkat ke bima bersama bunda dengan menggunakan bus. Perjalanan tersebut memakan waktu nyaris 14 jam.

Di Bima inilah saya kembali bersahabat dengan akar saya. Inilah daerah yang menjadi tanah kelahiran keduaorangtua saya. Saya merasa nyaman di sana walaupun udara terik yang membakar. Bima memang tidak sesubur Lombok, tempat rumah kami berada.

Daerah yang panas mungkin telah menciptakan orang bima sebagai manusia berkarakter keras. Akan tetapi kearifan mereka juga mengagumkan. Tulisan ini bukan bermaksud memuji suku sendiri sebab saya sendiri percaya bahwa bumi Indonesia ini penuh dengan berjuta kearifan-kearifan yang mengagumkan. Dan saya melihat satu bagian kecil dari harta bangsa ini di akar saya.

Kasus pertama

Saudara sepupu merayakan resepsi pernikahannya. Pagi-pagi saya datang ke tempat acara akan diadakan. Wow, kesibukan luar biasa ada di sana. Yang saya herankan adalah undangan buat acara nanti sore ternyata baru akan disebar menjelang siang. Undanganpun sangat sederhana, yaitu dengan kertas HVS A4 berwarna kuning yang difotokopi. Saya sempat sangsi bahwa acara akan ramai, namun ternyata dugaan itu meleset.

Terlepas bahwa, ini adalah acara yang dilaksanakan di sebuah desa kecil, saya katakana ini luar biasa. Entah waktu yang berjalan lambat di sini atau memang setiap orang merasa terpanggil untuk memeriahkan acara sehingga dfemikian banyak yang hadir. Bahkan undanganpun hanya formalitas, karena semua sudah berkontribusi sejak awal dalam acara tersebut.

Acaranya sendiri di adakan di tempat yang agak aneh: di atas sawah kering. Tetapi ini unik sekali karena pelaminan dilatari oleh kebun bambu, sementara di hadapan pelaminan sawah membentang luas sejauh mata memandang dan terlihat tegar gunung-gunung seolah menjadi batas antara bumi dan langit. Ternyata tidak perlu gedung yang hebat untuk membuat acara yang indah semacam ini.

Kasus Kedua

Saudara sepupu dua tingkat menikah. Pernikahan ini bertempat di kabupaten sebelah, Dompu. Bayangkan hamper satu desa pergi ke sana dengan menyewa empat buah bis. Saya sendiri pergi memakai motor bersama Paman. Kami bergantian membawa motor. Perjalanan menuju kabupaten Dompu, buat saya, bukan perjalanan mudah. Jalannya berkelo-kelok karena mengikuti kontur bukit dan lembah. Saya melewati hutan, tanah kosong, sawah, dan jurang. Saya harus berhati-hati sekali membawa motor karena tidak terbiasa dengan medannya. Apalagi jalur itu biasanya dilewati bus-bus antar kota.

Saya merasa kagum dengan semangat persaudaraan yang begitu kental sehingga hamper semua orang ingi datang ke pernikahan sepupu saya itu. Perjalanan yang sulit ditambah berdesakan bukan perkara yang menyenangkan. Kapasitas tiap bus jauh terlewati. Sebenarnya ini sangat berbahaya. Mudah-mudahan spirit kebersamaan itu bisa terjaga, namun dengan cara yang lebih aman. Menurut saya, tidak benar juga sesuatu yang baik ditempuh dengan cara yang berbahaya atau melanggar kaidah, hehehe…

Kasus Ketiga

Saya memperhatikan bahwa kebiasaan memanggil orang lain dengan sebutan sebagai anggota keluarga masih bertahan di sana, bahkan walaupun orang yang diajak berbicara sama sekali tidak dikenal. “Wahai ananda,” atau “wahai adinda,” atau wahai bibinda,” atau yang sejenisnya kerap terdengar di telinga saya (yang bertanda kutip terjemahannya saja, sapaan yang asli tentu memakai bahasa Bima)

Kasus Keempat

Ngobrol asyik pun kerap terjadi antara orang yang sama sekali tidak dikenal. Seseorang dengan tiba-tiba bisa nimbrung dalam sebuah pembicaraan untuk memberikan pandangannya. Ini terjadi di kendaraan-kendaraan umum, toko-toko, atau pasar, sawah, atau tempat lainnya. Keramahan yang indah.

Bahkan suatu ketika ketika saya kemalaman dalam perjalanan menuju Bima, beberapa tahun yang lalu, saya diantar dengan selamat oleh seorang pemuda yang tidak saya kenal sama sekali sebelumnya. Ah saya merasa beruntung bisa menjadi orang Bima.

5 comments:

edskywalker said...

Assalamu'alaikum brother!
Menarik ya Bima tuh. Saya pernah nonton sinetron lepas dengan latar belakang Bima duluu banget di TVRI. Tapi sudah lupa jalan ceritanya, yang jelas sih waktu itu saya terkesan.

Anonymous said...

assalamu alaikum,sebagai orang bima aku bangga sekali karena mayarakat/orang-orang bima memang sangat ramah dan rasa soliderx yang ok bangat,itulah kelebihan orang BIMA yang tidak bisa di temukan di daerah manapun,bukan karena aku orang bima terus membagakan BIMA tapi itulah kenyataanx siapapun yang sudah pernah ke bima pasti tau gimana si sebenarx BIMA ITU,orang-orangx selalu spirit dalam hal apapun,begitulah sekilas tentang daerah bima dan orang-orangx.

Chica said...

Menarik sekali Ilham...! Kalau ada fotonya pasti lebih menarikk, hahaha *fotomania*

Ini jadi kepo liat tulisan2 Ilham terdahulu... Memang sangat mengilhami :)

Chica said...

Menarik sekali Ilham...! Kalau ada fotonya pasti lebih menarikk, hahaha *fotomania*

Ini jadi kepo liat tulisan2 Ilham terdahulu... Memang sangat mengilhami :)

Chica said...

Menarik sekali Ilham...! Kalau ada fotonya pasti lebih menarikk, hahaha *fotomania*

Ini jadi kepo liat tulisan2 Ilham terdahulu... Memang sangat mengilhami :)