1.05.2011

Manisnya Duka

Saya kehilangan ayah lebih dari dua tahun yang lalu. Buat saya, ini adalah peristiwa paling besar yang terjadi dalam hidup saya sampai saat ini. Saya cuma bisa mengucapkan kalimat tarji' dan kemudian terdiam lama saat mendengar berita kepergian beliau.

Saya tidak menangis saat itu, tetapi terus terang saya sangat bingung. Beliau adalah dunia saya. Tempat saya belajar banyak hal tentang hidup. Saat itu saya merasa sama sekali tidak siap kehilangan beliau. Saya masih sangat membutuhkan beliau. Sangat!

Saya percaya bahwa saya tidak akan pernah belajar lagi kepada ayah saya. Namun, saya keliru. Kepergiannya membuat saya malah belajar lebih banyak kepada beliau. Dan kali ini saya mau berbagi salah satunya kepada teman-teman.

Beberapa hari setelah kepergian beliau, saya duduk termangu di depan rumah menunggu pesanan bakso. Tiba-tiba datang seorang pria muda yang saya kenali sebagai penduduk kampung saya. Dia duduk di samping saya dan memesan bakso.

"Kita sama, Ham!" Apa maksudnya orang tersebut bicara seperti itu kepada saya. Saya tidak ingat namanya dan dia menyapa saya dengan demikian akrab.

"Hmm..."

"Iya, kita sama sekarang. Sama-sama tidak punya bapak." Kurang ajar, orang ini membuat saya kesal. Saya benar-benar tidak mengerti maksud orang ini. Ini bukan masanya untuk bercanda dalam suasana duka.

"Kamu tahu, kemarin-kemarin saya sempat ketemu bapakmu."

"Oh, ya?"

"Iya, saat subuh dan saya masih dalam kondisi baru bangun tidur di pinggir jalan karena saya mabuk malamnya. Bapakmu mengajak saya untuk ikut sholat subuh di masjid." Saya pikir ini adalah perkara yang sangat aneh, mengajak seorang pria yang masih dalam pengaruh alkohol untuk ikut sholat.

"Saya bilang, 'iya nanti saja, Pak.' Bapakmu baik."

What a life, saat saya percaya tidak akan dapat belajar dari ayah, justru beliau mengajarkan hal-hal yang lebih besar setelah beliau pergi. Bukan dari lisan beliau, melainkan melalaui cerita-cerita yang sampai kepada saya.

Saya sadar bahwa cerita-cerita itu akan tetap menjadi rahasia Allah jika ayah saya tidak pergi. Saat itu saya merasa Allah sangat baik. Dia dengan sangat manis mengajarkan saya dan tidak ada cara yang lebih sempurna dengan cara seperti yang telah Dia tetapkan.

Saya masih berduka, tetapi saya merasa bersyukur. Saya percaya ayah saya telah menyempurnakan apa yang menjadi tanggung jawabnya ketika di dunia. Dan saat itu, saya merasa kebaikan-kebaikan dari Allah begitu sempurna saat duka justru menghampiri. Kedukaan hanyalah salah satu cara Allah untuk mengajarkan hikmah kepada manusia. Alhamdulillah....