1.21.2009

Intermezzo....

Lama tidak menulis karena tidak terhubung dengan koneksi internet. Sebenarnya banyak hal yang ingin ditulis. Mungkin baru beberapa hari ke depan bisa menulis lagi.

Bicara soal internet, saya teringat bahwa beberapa hari terakhir ini saya banyak berdiskusi soal jurnalistik dan medianya dengan sejumlah kawan. Satu hal yang menjadi sorotan dalam pembicaraan-pembicaraan itu adalah hal-hal yang tidak positif soal media di Indonesia.

Pemberitaan yang tidak berimbang dan terkesan tendensius, atau kesan yang kami peroleh bahwa sejumlah media justru menjadi gerbang penyebaran frustrasi dan sikap pesimistis, atau kondisi bahwa pemberitaan saat ini hanya bersifat informatif tanpa mencerdaskan. Ah... banyak juga yang patut dibenahi rupanya (dalam pandangan saya).

Mungkin nanti akan ada suatu tulisan tersendiri soal ini.

Menutup Aib Sendiri!

Bahwasanya Nabi saw bersabda,”Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan (aibnya sendiri). Sesungguhnya diantara perbuatan menceritakan aib sendiri adalah seorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah swt kemudian di pagi harinya dia sendiri membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Komentar saya:
Hadits ini membuat saya tersentuh, menyadari betapa kasih sayang Allah demikian dalam!

1.20.2009

Mendefinisi Keberanian

Apa itu keberanian?
Hmmm... semua orang punya definisi tentang hal ini. Dan ada banyak contoh yang bisa menunjukkan hal itu. Mari saya ceritakan dua kisah yang menurut saya adalah suatu bentuk keberanian paling nyata.

Kisah Pertama

Kisah ini tentang Kak Faizah, sahabat yang saya kenal lewat training siaware. Suatu ketika, Kak Faizah naik angkot Caringin-Sadang Serang dari Tubagus Ismail. Di dalam angkot ada beberapa penumpang lain. Angkot tersebut berjalan sampai beberapa waktu sampai seorang penumpang berkata, "Kiri...!" Itu adalah tanda untuk menurunkannya di tempat itu. Penumpang tersebut menyerahkan uang Rp. 2000. Sepatutnya dia mendapat kembalian Rp. 500, tetapi supir angkot berkata, "Ga ada receh!" Jadilah sang penumpang merelakan haknya buat si supir. Kejadian serupa terjadi pada penumpang yang turun berikutnya. Awalnya, Kak Faizah tidak terlalu mempedulikan hal tersebut sampai pada suatu ketika si supir membeli rokok di suatu perhentian dengan uang receh. Si supir ternyata mempunyai receh namun berbohong pada penumpangnya serta mengambil hak-hak mereka. Kak Faizah menjadi sangat marah dan kecewa. Saya pun demikian ketika mendengar cerita ini.

Lalu apa yang selanjutnya terjadi?

Ketika turun dari angkot, Kak Faizah membayar ongkos sambil berkata, "Pak, jadi orang yang jujur!" Itu adalah sebuah kalimat pendek yang dilontarkan dengan sebuah pergulatan batin pada awalnya. Dan kalimat pendek itu bukan tanpa risiko, dan itulah yang diperoleh Kak Faizah. Sebuah tatapan marah si supir cukup berbicara apa yang terjadi. Dan cerita itu berakhir sampai di situ. Cuma sampai di situ.


Hmmm..., ini sebuah keberanian besar menurut saya.
Apakah saya akan melakukan hal yang sama jika bertemu hal serupa?

Kisah Kedua

Kisah ini tentang Riesa, sahabat dari forum maya Rileks. Ini adalah kisah yang dia sampaikan via sms dengan maksud curhat. Sengaja saya kutipkan langsung isi sms-nya dan silakan simpulkan sendiri keberanian macam apa yang dimiliki kawan saya ini.

Riesa Andriani
16-Jan-2009 17:58

ada vios plat L buang kulit duku kjalan, sy bt trus dgn scuil kberanian sy tegor, si bpk cuek, sy jadi murka ampe gemeter krn sblumny ga brani negor kl liat salah

Reply
More


Riesa berkata dia punya secuil keberanian, tetapi menurut saya itu suatu keberanian yang luar biasa besarnya. Keberanian memulai suatu hal yang baru dan sesuatu yang baru itu adalah untuk meluruskan orang lain yang lebih tua, lebih berada, dan bahkan tidak dikenalnya.


Kisah-kisah ini membuat saya punya definisi baru tentang keberanian.
Keberanian adalah melakukan sesuatu yang benar buat hatimu dan juga orang lain tanpa peduli siapa orang lain tersebut!

Bertanya tentang Warna?

Saya berpikir, apa jadinya dunia tanpa warna?
Atau dunia yang satu warna?
Atau dunia yang dwiwarna semisal hitam dan putih?

Dunia monokrom mungkin akan sangat membosankan walau mungkin tetap ada celah artistik yang mungkin bisa ditelaah.
Dunia satu warna sejatinya seperti berjalan di kegelapan saja, menyesatkan.
Dunia tanpa warna, saya pikir, bermuara pada ketiadaan.

Jadi mengapa mempermasalahkan warna?

Mencipta Keajaiban

Menemukan keajaiban bukanlah perkara mudah. Tetapi saya juga bilang itu bukan hal yang sulit. Coba tilik hal-hal kecil yang kau temui. Boleh jadi ada keajaiban di sana, seperti yang saya alami beberapa hari yang lalu.

Ceritanya seperti ini!
Hari itu selepas isya saya pergi ke ATM utuk mengambil sejumlah uang karena ada beberapa urusan yang perlu saya selesaikan. Saya tiba-tiba teringat pesan adik saya untuk membeli makanan ringan. Akhirnya saya pergi ke sebuah kios untuk memenuhi pesanan adik saya itu.

Seorang bapak tua menyambut saya dengan senyum. Ini sesuatu yang istimewa karena jumlah pedagang yang bisa memberikan keramahan buat konsumen kian berkurang saat ini. Saya pun ikut tersenyum. Saya meminta diambilkan dua jenis makanan ringan yang tersimpan dalam etalase. Bapak tua tersebut tidak serta-merta menyerahkan bungkusan makanan-makanan ringan tersebut, tetapi justru memmperlihatkan label kadaluawarsa dari makanan ringan tersebut. Dan tidak cukup sampai di situ, beliau membacakan tanggal kadaluwarsa itu dengan ramah, "Yang ini tanggal kadalauwrasanya sekian sekian 2009. Dan yang ini kadaluwarsanya sekian-sekian 2009."

Entah bagaimana pandangan orang, tetapi saya luar biasa takjub. Saya menemukan keajaiban malam itu, bertemu dengan seseorang yang mau memberi lebih daripada sekedar cukup. Memberi sesuatu yang bahkan menurut kebanyakan orang adalah sesuatu yang tidak cukup penting. Dalam benak saya mencoba membayangkan hal-hal baik yang berlanjut dengan melakukan hal sederhana seperti itu.

Saya merenung, sudahkah saya menciptakan keajaiban seperti bapak tua itu?

Refleksi Jum'at : Solidaritas Palestina

Khutbah jum'at pekan yang lalu berisi tentang solidaritas terhadap Palestina. Ini adalah suatu hal yang wajar mengingat perang Israel-Palestina merupakan hal yang paling mutakhir terkait dengan umat Islam, walau banyak yang menuntut agar perang tersebut tidak dikait-kaitkan dengan agama.

Khotib menjelaskan mengapa bangsa Indonesia harus peduli dengan Palestina. Pertama adalah karena komitmen neghara ini dalam memamandang penjajahan. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat jelas tertera bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penjajahan atas suatu bangsa, bagaimanapun, harus dihapuskan. Apa yang dilakukan oleh Israel pada warga Palestina adalah suatu bentuk penjajahan terbuka karena mereka mengambil wilyah, mengusir, bahkan membantai warga Palestina.

Alasan kedua terkait masalah historis. Mengutip sebuah buku (saya lupa judul bukunya), khatib menegaskan bangsa Palestina bersama dengan Mesir merupakan bangsa-bangsa di dunia yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan itu menjadi sangat penting, karena dengan pengakuan itu tersiarlah kemerderdekaan Indonesia ke penjuru dunia. Kemerdekaan suatu bangsa tidak akan sah tanpa diakui oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Dan untuk kemerdekaan Indonesia, Palestina merupakan salah satu pionir dalam hal ini. Dengan alasan tersebut, maka ketika Palestina teraniaya kemerdekaannya sepatutnyalah Indonesia memberi dukungan kepada mereka.

Alasan ketiga adalah karena, penduduk Palestina adalah ebagian besar muslim. Sesungguhnya umat muslim dipersatukan oleh Allah atas suatu ikatan yang lebih kuat daripada darah, yaitu suatu ikatan akidah. Membela sesama muslim merupakan kewajiban karena muslim yang satu dengan yang lainnya bersaudara.

Lalu bagaimana memberi dukungan kepada bangsa Palestina. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain memantau perkembangan bangsa Palestina demi menemukana suatu solusi. Mengetahui akar permasalahan merupakan ahal yang sangat penting agar bentuk dukungan dan solusi yang tepat bisa diberikan.

Selain itu memberi bantuan dengan kelebihan harta yaitu dengan menyumbangkan kelebihan harta tersebut untuk korban perang Palestina entah dalam bentuk uanga atau bahan makanan atau obat-obatan atau apapun yang bisa disumbangkan. Memberi bantuan juga dapat dilakukan dengan menahan diri dari mengonsumsi produk-produk milik Israel atau yang mendukungnya.

Yang terpenting adalah bantuan doa. Sesungguhnya doa adalah senjata seorang muslim. Maka pergunakanlah senjata itu untuk menolong saudara muslim yang lain.

Sesungguhnya persaudaraan sesama muslim tidak patut terkotak-kotak oleh batas wilayah geografis buatan manusia, atau karena perbedaan suku bangsa, atau perbedaan bahasa, atau perbedaaan-perbedaan yang diciptakan oleh manusia. Ada suatu ikatan yang demikian kuat yang sepatutnya tidak dikalahkan oleh batas-batas itu.

Jadi, sudah berdoakah buat Palestina hari ini?

1.15.2009

Mengenang Fitna: Selalu ada hikmah luar biasa!

Sabtu sore yang lalu saya mengikuti pengajian. Di sesi akhir ada sebuah pertanyaan yang ditujukan ustadz berkaitan dengan muslim di Jerman dan Belanda. Maklum, beliau sempat memberi dauroh di dua negara tersebut. Di Jerman pada tahun 2003, dan Belanda di akhir tahun lalu sampai awal tahun ini.

Satu hal yang menarik adalah penjelasan beliau mengenai perkembangan pemeluk Islam yang sangat pesat di Belanda. Bayangkan, dalam setahun peningkatan jumlah pemeluk Islam sangat signifikan. Jumlah penduduk Belanda sekitar 16 juta jiwa dan pemeluk Islam disana mencapai satu juta jiwa, jumlah yang besar jika dibanding akhir 2007 lalu. Dan, Fitna - film kontroversial yang menghujat Islam itu - menjadi picu peningkatan yang demikian signifikan.

Jadi begini kisahnya!
Pasca peredaran film kontroversial itu, si pembuat film terpojokkan luar biasa. Bukan saja oleh cerca yang bertubi-tubi yang dialamatkan buatnya dari pemeluk Islam seluruh dunia, melainkan juga dari pihak-pihak internal negeri Belanda, negara si pembuat film itu. Diceritakan bahwa Perdana Menteri Belanda mengecam si pembuat film karena film itu telah menyakitinya. Hmmm...., menyakiti? Ya! Rupanya kecaman muslim atas film itu bukan saja buat si pelaku tetapi berimbas kepada negara Belanda. Perdana Menteri Belanda merasa tersakiti karena citra Belanda telah dijatuhkan oleh film tersebut.

Tetapi itu belum semua! Si pembuat film tengah menghadapi persidangan dalam urusan perdata. Dia dituntut untuk membayar seluruh ganti rugi atas penurunan penjualan produk Belanda di dunia akibat boikot dari warga muslim dunia. Kamar Dagang Belanda mengalami kerugian luar biasa sejak film itu terpulikasikan.

Lalu, apa hubungannya dengan peningkatan jumlah pemeluk Islam di Belanda? Bukankah berbagai kerugian bagi negeri mereka, secara nalar, seharusnya menunjukkan reaksi yang berlawanan? Maka jawabannya adalah, itulah uniknya manusia. Berbagai hal-hal yang tidak menyenangkan yang diterima membuat sebagian besar orang penasaran. Ada apa sih dengan Islam? Sedemikian besarnyakah pengaruh hati umat Islam bagi sebuah negara? Pertanyaan demi pertanyaan itu -selain mungkin keinginan untuk membuktikan isi film kontroversial itu dari sumbernya langsung- metelah menuntun banyak orang mempelajari Islam dan alhamduliLlah banyak yang menerima hidayah. Data terakhir yang dikumpulkan perkumpulan pemuda muslim Eropa cabang Amsterdam, sebesar lima ratus ribu penduduk Eropa termasuk penduduk Belanda telah masuk Islam sampai pada akhir tahun lalu. Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu akbar....

Dan satu cerita mengharukan lagi, pemerintah Belanda menjadi demikian perhatian dengan Islam. Kabarnya, masjid KBRI adalalah hasil donasi dana dari pemerintah negeri keju ini. Ketika romadhon, masjid tersebut selalu penuh ketika sholat tarawih karena bacaan imam yang bagus. Penuhnya masjid sampai meluber ke jalan raya walaupun dalam udara yang dingin. Pihak militer pun dikerahkan untuk memberikan perlindungan khusus. Akan tetapi, akhirnya pemerintah Belanda menyediakan aula khusus berkapasitas seribu orang untuk melaksanakan ibadah sholat tarawih demi kenyamanan para jama'ah. AlhamduliLlah....

Mendefinisi Cinta

Saya pernah ditanya tentang cinta. Apa itu cinta? Hmmm.... bingung saya menjawabnya. Waktu itu saya cuma bilang bahwa cinta adalah sebuah perasaan murni yang tidak terdeskripsikan oleh akal, melibatkan perasaan kasih sayang, bisa berafiliasi dengan nafsu seperti misalnya rasa kepemilikan tetapi bukan sebagai hubungan sebab akibat. Dan, bingung....

Yang saya yakin adalah, cinta membuat seseorang memberi yang terbaik untuk sesuatu/seseorang yang dicintainya itu.

1.14.2009

Masyrakat fakir; it is written!

Jamal Malik is one question away from winning 20 million rupees.
How did he do it?
A. He cheated
B. He's lucky
C. He's a genius
D. It is written


Kutipan di atas adalah kata-kata yang ditampilkan dalam sebuah film baru saja saya tonton. Film tersebut berjudul Slumdog Millionaire, sebuah film yang mengisahkan seorang pemuda miskin India bernama Jamal Malik yang menjadi kontestan Who Wants to be A Millionaire versi India. Jawaban-jawabannya yang selalu benar membuat dia dicurigai telah berbuat curang. Dari sinilah film ini mulai mengalir menceritakan kepingan-kepingan hidup Jamal dari kecil hingga dewasa yang diceritakan dalam plot yang maju mundur. Sebuah cara bercerita yang cerdas menurut saya. Maka tidak heran film ini diganjar dengan empat Golden Globe Award 2009, termasuk di antaranya sebagai film drama terbaik. Dalam sepekan rating IMDB film ini melesat dari 42 menjadi 35.

Satu hal yang membuat saya merenung dan berpikir sepanjang menonton adalah gambaran masyarakat kelas bawah India yang ditampilkan dengan gamblang di sebagian besar cuplikan film ini. Saya membayangkan bahwa hal yang serupa juga terjadi di Indonesia. Mungkin tidak persis sama, karena bagaimanapun Indonesia berbeda dengan India. Saya berpikiran positif; sepertinya Indonesia tidak sampai pada level yang digambarkan dalam film itu.

Menyaksikan pertikaian antar agama, mafia anak jalanan, prostitusi, dan kejahatan lainnya di dalam film ini membuat saya berpikir bahwa tugas sebuah institusi negara adalah perkara yang tidak mudah. Permasalahan-permasalahan sosial yang semacam itu sangat dekat tetapi kerap kali tidak tersentuh.

Bercermin dari kasus Indonesia, perundang-undangan tentang permasalah-permasalahan ini tampaknya terimplementasi masih sebatas goresan tinta atau tuturan lisan. Belum terlihat sesuatu yang benar-benar nyata. Akan tetapi, saya sendiri tidak bisa mengatakan bahwa pemerintah menjadi abai akan masalah ini. Permasalahan-permasalahan negara yang multikompleks mungkin telah menyebabkan permasalahan-permasalahan masyarakat yang tidak lagi terdefinisi status kelasnya menjadi termarginalkan. Pemerintah saat ini masih berpikir sampai masyarakat miskin! Dan yang merupakan masyarakat non kelas atau yang saya sebut fakir -saya rasa fakir istilah yang tepat- terlupakan begitu saja.

Kefakiran masyarakat bukan hanya tentang masalah ketiadaan materi. Terlantarnya mereka sudah berbicara lebih dari cukup tentang hal itu dan keterlantaran itu kian mempertajam sisi kefakiran mereka yang lain: kefakiran harga diri, martabat, dan karakter. Kefakiran-kefakiran semacam inilah yang saya anggap justru membuat kejahatan-kejahatan semakin merajalela di kelompok sosial ini.

Tetapi apakah ini suatu hal yang patut disesali? Saya pikir tidak!

Kondisi semacam ini justru membuka peluang buat orang-orang yang ingin membaktikan dirinya dalam kegiatan-kegiatan sosial dan kemanusiaan. Berbagai LSM, ormas, bahkan kelompok-kelompok tanpa bentuk banyak terlibat dalam aktivitas-aktivitas semacam ini walaupun belum mampu mengakomodasi semuanya. Beberapa sahabat saya terlibat secara rutin mengajar, mendidik, dan bermain dengan anak-anak jalanan. Saya rasa ini hikmah luar biasa dari suatu kondisi yang memprihatinkan semacam ini.

Di akhir film, diperlihatkan dalam suatu cuplikan bahwa jawaban dari pertanyaan dalam awal postingan ini adalah: D. It is written!
Ya! Semua telah ditakdirkan. Dan tidak ada yang tidak sia-sia yang telah ditetapkan Yang Mahakuasa.
Kenyataan bahwa ada masyarakat non-kelas; itu baik atau buruk?
Kenyataan bahwa pemerintah tidak cukup peka akan masalah ini; itu anugerah atau petaka?
Kenyataan bahwa program-program sosial tidak mampu menyentuh kalangan ini; apakah yang terbersit di dalam benak?
Jawabannya tergantung cara pandang masing-masing orang, bukan?
Dan ini adalah bagian dari dongeng kehidupan yang Mahadahsyat!

Dongeng tentang hidup masih akan terus berlangsung. Pilihan-pilihan hidup dari tiap-tiap karakter serta situasi yang dihadapinya membuat dongeng ini tetap menarik dan tak tertebak. Semua masih belum tahu bagaimana cerita ini akan berakhir ketika mereka harus turun panggung! Tetapi satu hal; it is written!

1.12.2009

Refleksi Pengajian Siaware: Memaknai Ikhlas

"Barang siapa mengerjakan amal shalih, baik bagi laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Apa bila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaan (setan) hanyalah pada atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah." (QS. An-Nahl: 97-100)
".... 'Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

Ikhlas adalah sebuah perkara yang menentukan nilai dari suatu amal. Hadits yang disampaikan di atas memberikan sebuah gambaran yang jelas tentang makna ikhlas. Sebab turunnya hadits tersebut adalah begini;Ketika penduduk muslim Makkah berhijrah ke Madinah, ada seorang laki-laki yang juga ikut pergi ke Madinah disebabkan di antara orang-orang yang berhijrah itu terdapat seorang wanita yang dicintainya dan ingin dinikahinya. Jadi kepergainnya ke Madinah bukan dengan sebab ketaatan pada Allah atas perintah hijrah tersebut -bahkan Ustadz menyebutkan bahwa laki-laki tersebut adalah orang kafir quraisy-.

Maka jelas, seseorang akan kembali kepada apa yang diniatkannya. Jadi buat seorang muslim, hendaklah segala amalnya itu semata-mata karena Allah. Lalu bagaimana jika suatu amalan memiliki niat lain selain kepada Allah?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari mendefinisikan ikhlas terlebih dahulu! Ikhlas berasal dari kata kholaso - yakhlusu yang bermakna kosong, selesai. Kata kholaso mendapat tambahan alif diawal sehingga terbentuklah kata ikhlas yang bermakna mengosongkan. Secara istilah ikhlas berarti mengosongkan motivasi yang lai dan motivasinya hanya karena Allah. Maka ikhlas secara sempurna disandarka sebagi ikhlas liLlahi ta'ala. Maksud dari liLlahi ta'ala adalah memasukkan unsur taqorrub dan mengharapkan kemuliaan dari Allah.

Maka salah satu dari bagian dari ikhlas adalah mengharapkan balasan dari Allah, yaitu dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari api neraka. Adalah suatu kekeliruan besar suatu pemahaman yang berkembang dewasa ini yang menyatakan bahwa seseorang yang beramal karena ingin mendapat surga dan terhindar dari neraka adalah orang yang tidak ikhlas. Berikut firman Allah yang menegaskan hal tersebut:
"Dan peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (QS. Ali 'Imran: 131)
-Rujuk juga QS. Al-Baqoroh: 24-

Dalam ayat lain disebutkan:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali 'Imran: 133)

Ayat-ayat tersebut memerintahkan seseorang untuk mengejar balasan dari Allah berupa dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari neraka.

Adapun syarat-syarat dari ikhlas adalah;
  • Perbuatan yang dikerjakan adalah ibadah.
  • Tujuannya adalah taqorrub yang artinya mencarai perhatian dan Allah saja dan melepaskan yang lainnya.
  • Mencari hanya balasan dari sisi Allah (dimasukkan surga dan dijauhkan dari neraka), dan bukan balasan dari sisi makhluk.

Lalu bagaimana dengan pertanyaan sebelumnya tentang niat-niat lain yang mengiringi ibadah? Syaikh Shalih bin Utsaimin menyatakan bahwa hal tersebut tidak mengapa selama niat taqorrubnya tidak lebih kecil dibanding niat sampingan tersebut. Akan tetapi, tidak murninya niat tersebut akan selalau membawa konsekuensi, yaitu amal dan pahala yang tidak sempurna. Maka hendaklah berhati-hati.

Adalah hal yang sangat disayangkan banyak orang yang terjebak pada niat-niat lain diluar taqorrub kepada Allah. Sebagai contoh adalah orang yang berpuasa dengan niat berhemat atau menjadi sehat. Apalagi didukung dengan hadits yang demikian terkenal, "Berpuasalah kamu agar kamu menjadi sehat." Padahal hadits tersebut lemah. Hal ini yang membuat seseorang tidak mendapat kebaikan amal seluruhnya walaupun tujuannya untuk hemat dan sehat bisa tercapai. Jadi jika ingin ibadah sempurna murnikan niat hanya buat Allah, dan hal-hal positif yang mengiringi ibadah tersebut adalah bonus dari Allah. Allah berfirman:
"Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah meyukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Tholaq: 3)

Maksudnya rezeki yang tidak disangka-sangka adalah sesuatu kebaikan yang tidak pernah diduga atau diharapkan atau direncanakan sebelumnya. Hal ini akan kerap terjadi sekiranya seseorang memurnikan niatnya hanya untuk Allah saja.

Cara untuk menjadi ikhlas:
  • Berlindung kepada Allah dari godaan syaithon.
    Seperti yang telah diungkapkan dalam surat QS. An-Nahl: 97-100, maka adalah sangat penting memohon agar dilindungi dari godaan setan untuk apapun termasuk ibadah. Setan dengan segala tipu dayanya selalu ingin menghancurkan manusia. Dan hal yang paling rentan adalah menjaga kemurnian niat. Sebagai contoh, seseorang yang ikhlas awalnya dalam sholat bisa terkotori keikhlasannya ketika orang lain tiba-tiba melintas didekat dia sholat. Mulailah ia membaguskan bacaannya atau memilih sura-surat yang panjang supaya terlihat sebagai orang yang shalih atau banyak hafalannya. Pada dasarnya ini adalah tipu daya setan.
  • Berlindung dari syirik.
    Dalam hal ibadah, syirik yang dimaksud di sini adalah syirik kecil atau tersembunyi. Syirik ini tidak mengeluarkan seseorang dari Islam tetapi merusak amalnya sehingga tidak bernialai apaun di sisi Allah. Ini adalah dosa yang sering kali tidak disadari dan kerap munculnya belakangan. Syirik kecil ini, Termasuk didalamnya adalah riya' dan sum'ah.
    Atau bisa juga ini syirik besar yang memungkinkan seseorang keluar dari agama. Yaitu melakukan suatu bentuk peribadatan yang ditujukan kepada selain Allah, misalnya berdoa kepada wali yang sudah meninggal atau bahkan kepada Rasul.
  • Membiasakan diri untuk menyembunyikan amal.
    Adapun menunjukkan amal demi pengajaran, maka hal tersebut tidak mengapa selama tidak dilakukan terus-menerus. Dikhawatirkan memperlihatkan amal akan bermuara pada sikap pamer.
  • Bergaul dengan orang-orang shalih.
    Orang-orang yang shalih, insyaAllah memiliki atau lebih dekat pada sikap ikhlas. Bergaul dengan mereka akan mengalibrasi kita untuk juga menjadi ikhlas, insyaAllah.
  • Membaca kisah-kisah para Rasul, sahabatnya, ulama.
    Termasuk cara bergaul dengan orang shalih adalah mebaca kisah para teladan umat dan mengaplikasikannya pada diri sendiri. Ini adalah bentuk bergaul dengan orang-orang yang telah meninggal.
  • Bersikap konsisten dalam beramal tidak peduli kondisinya.
    Salah satu bentuk keikhlasan adalah memberi lebih banyak daripada yang diterima. Dahulu Khalid bin Walid ketika menjadi jendral adalah orang yang sangat gigih berjuang. Lalu ketika ia diturunkan menjadi prajurit biasa, apa yang terjadi? Dia masih konsisten dengan kegigihannya. Buat dia jenderal atau prajurit sama saja, dia tetap memberi kapasitas sebagai seorang jendral walaupun statusnya adalah prajurit biasa.
  • Mengingat kematian dan akhirat.
    Mengingat mati dan akhirat bukan berarti membuat seseorang tidak melakukan sesuatu, tetapi sebaliknya bagaimana dengan mlakukan dua hal tersebut seseorang tetap berjuang buat hidupnya dengan memberi hal yang terbaik karena bagaimanapun bilangan usia tidak ada yang pernah tahu selain Allah.
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memmahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'rof: 179)

Wallahu a'lam bi ash-showab

Refleksi Pengajian Siaware: Hijrah dan Penanggalan Islam

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu ...." (QS. At-Taubah: 36)

Ini adalah rangkuman pengajian siaware tanggal 29 Desember 2008. Agak sulit merekonstruksi informasi pengajian ini karena materi menjadi cukup melebar ke beberapa pokok persoalan. AlhamduliLlah bisa terselesaikan. Ada sejumlah tambahan yang saya sisipkan demi mempermudah gambaran informasi pengajian yang insyaAllah tidak mengubah esensi dari materi yang disampaikan (setidaknya berdasarkan apa yang saya tangkap).

Bulan Muharrom adalah bulan permulaan dari penanggalan Islam. Bulan ini adalah bulan yang istimewa karena banyak kejadian penting dalam sejarah yang terjadi di bulan ini-selain itu istimewa karena adanya larangan Allah untuk berperang pada bulan ini bersama tiga bulan lainnya, kecuali jika diperangi terlebih dahulu-. Beberapa peristiwa penting itu adalah diselamatkannya Nabi Ibrahim ketika ia dibakar oleh raja Namrudz, diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Fir'aun, serta diselamtkannya Nabi Yunus dari perut ikan.

Adapun penanggalan Islam ini disandarkan pada peristiwa hijrahnya RasuluLlah dari Makkah ke Madinah. Peristiwa hijarah sendiri merupakan salah satu peristiwa yang menjadi wahana seleksi keimanan. Seleksi iman lainnya adalah turunnya ayat pertama, peristiwa isra' mi'raj, dan pemindahan arah kiblat.

Ketika turun ayat pertama lalu Rasulullah mulai berdakwah, tidak serta merta semua orang beriman walaupun pada saat itu beliau dikenal sebagai orang yang paling jujur. Inilah seleksi iman yang pertama karena memperlihatkan siapa yang benar-benar memusuhi Islam. Yang paling terlihat yaitu Abu Lahab, yang tak lain adalah paman dan mertua Rasulullah sendiri. Permusuhannya yang demikian keras membuat Allah menurunkan sebuah surat yang menjelaskan Abu Lahab dan keadaannya. Inilah satu-satunya surat yang tidak menyebut Allah atau nama-nama yang disandarkan kepadaNya sama sekali. Dan ini adalah salah satu bukti kebenaran Al-Qur'an bahwa Abu Lahab akan tetap durhaka. Padahal jika Abu Lahab berdamai dengan RasuluLlah dan mengikuti ajarannya walaupun sekedar berpura-pura, surat ini terbantahlah sudah. Tetapi yang terjadi adalah Abu Lahab makin memusuhi RasuluLlah. sungguh Allah Mahatahu.

Ketika peristiwa isra' mi'raj terjadi, sebagian kaum muslimin ada yang goyah keyakinannya. Secara logika, mereka tidak bisa menerima bahwa ada seseorang yang mampu melakukan perjalanan dari Makkah ke Baitul Maqdis (Yerussalem) bahkan ke langit ke tujuh hanya dalam tempo semalam. Inilah seleksi iman yang membedakan orang yang sungguh-sungguh yakin dan orang yang masih ragu dengan ajaran yang dibawa RasuluLlah. Pada peristiwa ini, Abu Bakar adalah orang yang langsung percaya dengan pemberitaan RasuluLlah soal ini tanpa berpikir-pikir sehingga sejak itulah ash-shiddiq disandarkan kepada beliau. Para orang yang mendustakan dan ragu akhir terbungkam ketika kafilah-kafilah dagang Quraisy kembali dari perjalan niaga mereka dari baitul Maqdis. RasuluLlah dapat menceritakan apa yang mereka lakukan dengan tepat apa yang mereka lakukan pada malam hari saat peristiwa isra' mi'raj itu, sementara mereka berada di pertengahan jarak Makkah dan Baitul Maqdis (Silakan merujuk kitab-kitab sirah nabawiyyah).

Peristiwa hijrah juga merupakan seleksi iman. Banyak orang yang merasa enggan berhijrah karena merasa sayang meninggalkan harta yang mereka kumpulkan, atau perniagaan yang mereka miliki, atau pekerjaan yang menghidupi, atau bahkan keluarga. Masih ada yang punya kecenderungan pada dunia walaupun telah datang perintah Allah secara gamblang tentang hijarh ini.

Demikian pula pemindahan arah kiblat dari Masjid Aqsho di Baitul Maqdis ke arah ka'bah di Masjid Harom, Makkah. Banyak orang yang tidak terima dan kembali pada kekufuran dengan perintah ini. Allah berfirman:
"Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata, 'Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.' Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. Al-Baqoroh: 142-143)

Berkaitan dengan hijrah, maka perintah hijrah ini tetap berlaku sampai saat ini bagi kaum Muslim. Bukan dalam bentuk hijrah tempat melainkan hal-hal lain di luar itu, semisal soal sikap, perkataan, perbuatan, dan sebagainya. Akan tetapi, hal yang patu diperhatikan bahwa hijrah berkaitan dengan iman, maka ketika seseorang berhijrah menuju suatu kebaikan ada hal yang patut dipertnyakan. Apa motif dari hijrah itu? Hijrah yang sesungguhnya bukan tentang memenuhi ego dan nafsu. Hadits Nabi:
".... 'Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu apa yang bisa kita lakukan dalam rangka hijrah ini? Mulailah dari hal-hal sederhana saja, seperti men-syi'ar-kan istilah-istilah yang lebih selamat dari sisi agama, misalnya memakai istilah 'hari Ahad' daripada 'hari Minggu'. Termasuk hijrah juga adalah memperhatikan penanggalan Islam sebagaimana mestinya, karena pada dasarnya ada siklus ibadah yang secara tahunan yang perlu kita ketahui. Bukankah pada tanggal 9-10 Muharrom ada puasa asyuro' yang sangat baik untuk dikerjakan? Bukankah ada tiga hari di pertengahan setiap bulan yang kita dianjurkan juga untuk berpuasa? Bukankah penting masalah penentuan tanggal 1 Romadhon yang berkaitan dengan ibadah romadhon? Bukankah perlu diketahui masalah perhitungan takaran zakat dari segi waktu? Dan masih banyak ibadah-ibadah yang patut untuk diketahui dan diamalkan, sementara ibadah-ibadah tersebut berkaitan dengan masalah bilangan waktu.

Kalau kita tidak tahu penanggalan Islam bagimana meraih keutamaan-keutamaan dari ibadah, bukan?

Wallahu a'lam bi ash-showab

1.10.2009

Refleksi Khutbah Nikah: Sakinah Berumah Tangga

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya ada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar-Rum:21)

Ini adalah intisari yang saya peroleh dari khutbah nikah ketika menghadiri akad pernikahan kawan, Safwat Assaqa, dan istrinya, Siti Mariyah. Semoga rangkuman ini bisa memberi kebaikan. Satu hal, masalah persepsi ayat oleh khotib yang saya kutip di sini hendaklah disikapi dengan bijak. Demi keselamatan dalam pemahaman ayat-ayat Al-Qur'an hendaklah merujuk pada tafsir yang terpercaya. Maaf saya sendiri belum bisa menuliskan tafsir dari ayat-ayat yang ditulis di sini.

Pernikahan bukanlah sekedar akad yang menghalalkan dua orang untuk memenuhi hak dan kewajiban sebagai suami istri. Sekedar akad akan bisa diselesaikan dalam sekelabat masa, namun apa yang sesungguhnya ada di balik sebuah pernikahan? Maka bacalah firman Allah tentang pernikahan ini:
".... Dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kalian penjanjian yang kuat." (QS. An-Nisa': 21)

Maka seperti yang Allah sampaikan, pernikahan adalah sebuah perjanjian teguh (mitsaqon gholizho). Kata-kata mitsaqon gholizho ini cuma dipakai tiga kali dalam Al-Qur'an. Jadi bisa dibayangkan bahwa pernikahan ini bukan suatu senda gurau yang pada hari ini dituturkan akadnya dan beberapa saat kemudian bercerai dengan alasan yang lemah. Perjanjian Allah dengan dua orang yang berakad nikah ini disejajarkan dengan perjanjian Allah dengan Bani Israil (QS. An-Nisa: 154) dan perjanjian Allah dengan para Nabi (QS. Al-Ahzab: 7).

Nikah ini adalah sebuah lembaga yang telah disyariatkan bahkan sejak nabi Adam. Dengan demikian, pernikahan sendiri memiliki usia yang sama dengan sejarah manusia itu sendiri. Diceritakan bahwa Allah sendiri yang menikahkan Nabi Adam dengan Hawa. Allah yang menjadi wali -dan bahwa Dia-lah wali yang sesungguhnya- serta para malaikat yang menjadi saksi. Allah jua yang memberi khutbah nikah. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
".... Hai Adam, diamilah (uskun) oleh kamu dan isterimu (zawjuka) taman ini (al-jannah), dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon (syajarah) ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqoroh 35)

Dalam pernikahan ada beberapa hal yang secara umum digambarkan dalam ayat tersebut. Yang pertama adalah uskun. Uskun adalah bentuk perintah dari sakana yang menjadi akar kata juga dari kata sakinah. Jadi pada dasarnya adalah perintah Allah untuk membentuk rumah tangga yang sakinah. Apa itu sakinah? Yaitu, apa yang menenteramkan hati. Intinya adalah rumah tangga yang ideal. Ideal tersebut tentu saja dilihat dari sisi agama, bukan dari segi materi. Maka sangant ditekankan agar kedua belah pihak berbuat yang ma'ruf (baik), karena pada dasarnya tiap orang punya kultur. Dan pernikahan adalah mengompromikan kultur-kultur tersebut.

Faktor kedua adalah zawj. Ini dimaknai istri. Dalam Al-Qur'an ada kata lain yang merujuk pada makna istri yaitu imro'ah. Akan tetapi, mengapa Allah memakai zawj dalam Al-Baqoroh: 35 ini? Maka jika kita perhatikan penggunaan kata imro'ah merujuk pada istri yang menentang seperti yang disampaikan dalam surat At-Tahrim tentang istri Nabi Nuh dan Nabi Luth yang membangkang. Mereka adalah contoh istri-istri yang tidak sakinah, tidak seiring sejalan dengan apa yang dibawa suami-suaminya. Akan tetapi, menentang bukan berarti sesuatu yang selalu keliru, sebab istri Fir'aun juga disebutkan dengan imroa'h karena ia memang berseberangan keyakinan dengan suaminya yang lalim.

Kembali ke awal, membentuk rumah tangga yang sakinah menjadi tanggung jawab suami terutama mendidik keluarganya soal agama. Dan agama adalah masalah keyakinan. Maka penting buat laki-laki untuk mempersiapkan diri soal ini, dan wanita hendaknya pandai memilih pasangan yang dapat membimbing dia. sangat di sayangkan ketika kepemilikan materi menjadi parameter yang utama bagi seorang wanita dan orangtuanya.

Hal tadi berkaitan dengan faktor yang ketiga, yakni jannah. Jannah ini dimaksudkan bahwa rumah tangga hendaknya bisa membawa suasana 'surga', yaitu kehidupan yang cukup. Pertanyaannya, bisakah menjadikan rumah tangga sebagai surga? Maka bercerminlah dari ungkapan yang lahir dari lisan Rasul 'Rumahku adalah Surgaku'. Rumah tangga beliau menjadi surga bukan karena adanya materi semacam perabotan atau yang lainnya. Jika bertandang ke Madinah dan melihat kubur RasuluLlah, maka besarnya makam beliau hampir sama luas dengan rumah yang dahulu didiaminya.

Maka hindarilah perilaku hidup rumah tangga yang konsumtif. selain itu, untuk menciptakan suasana jannah, hendaklah makan bersama keluarga. Sangat disayangkan bahwa banyak rumah tangga yang mngabaikan hal ini dengan alasan kesibukan masing-masing. Namun Allah Mahatahu. Salah satu hikmah romadhon adalah menciptakan suasana makan bersama dengan keluarga, setidaknya pada saat berbuka atau sahur.

Faktor yang terakhir adalah menghindari maksiat, yang dalam ayat tersebut digambarkan dengan larangan mendekati pohon. Sesungguhnya maksiat akan menjauhkan sebuah rumah tangga dari Allah. Dan ini yang terjadi pada Nabi Adam ketika melanggar larangan Allah. Sering kali untuk membahagiakan istri ada hak-hak Allah yang dilanggar demikian pula sebaliknya. Setan denga tipudayanya akan mencoba menghancurkan manusia. Dan kerap kali kebahagiaan yang disangka hanyalah awal dari bencana yang dahsyat. Maka begitu ada maksiat yang terlanjur terjadi, maka betrsegeralah bertaubat. Allah berfirman:
"Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari taman itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: 'Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.' Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Kami berfirman: 'Turunlah kamu semuanya dari taman itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.'" (QS. Al Baqoroh: 36-38)

Maka ingatlah pesan-pesan ini! Bagi suami, hendaklah ia memberikan sesuatu yang patut dalam urusan nafkah serta menjadi imam atau teladan dalam keluarga. Imam tersebut termasuk menjadi imam sholat. Dan istri, hendaklah ia menjaga rumah tangga yang dibangun bersama suaminya termasuk menutupi hal-hal yang kurang berkenan di hatinya bahkan pada orang tuanya sendiri. Sekali lagi pernikahan itu ada kompromi di dalamnya. Bagaimanapun manusia berbeda satu sama lain, bukan?

Wallahu a'lam bi ash-showab

1.09.2009

Refleksi Jum'at: Syukur dan Ingat Allah

Pekan ini, saya sholat Jum'at di tempat yang sama dengan pekan lalu. Refleksi khutbah pekan ini adalah menjadi insan yang bersyukur dan dan senantiasa mengingat Allah. Sebagian besar khutbah dikaitkan dengan penderitaan muslim di Palestina. Maklum saja, adu senjata antara militer Israel dan Hamas di Jalur Gaza masih menjadi pemberitaan hangat sampai saat ini.

Pernahkah terjejak rasa syukur dalam dada ketika hidup dalam keadaan yang nyaman tenteram? Kebanyakan dari manusia lupa bersyukur bahkan cenderung menjadi lalai memenuhi kewajibannya. Mari menilik mereka yang di Palestina saat ini. Untuk menikmati kebutuhan hidup dapat diduga mereka tak lagi mampu. Ketakutan dan rasa cemas telah meliputi mereka disertai berbagai kekurangan yang mendera akibat perang. Namun boleh jadi nilai keimanan mereka tetap membara dalam dada di masa-masa sulit. Maka bagaimana dengan kita?

Sebelumnya, mari berbicara tentang Palestina!
Di antara rasa nyaman yang dirasakan saat ini oleh muslim di belahan bumi lain, adakah sedikit terlintas rasa peduli tentang mereka yang di Palestina? Ataukah memang kita telah terkotakkan oleh wilayah? Adakah yang terbersit dalam benaknya, "Saya 'kan di Indonesia. Mereka di Palestina."? Adakah terbersit rasa sakit? Bukankah kaum muslim itu bagaikan satu tubuh, di mana ketika salah satu bagian tubuh sakit maka bagian tubuh yang lainnya akan ikut merasakan?

Tetapi itulah yang mungkin telah terjadi sebagaimana upaya para musuh agama ini untuk membenamkan Islam. Para musuh agama yang dengan strateginya -antara lain menggerus kepercayaan diri muslim bahwa dia adalah muslim, menebar opini bahwa Islam agama teroris, dan upaya menguasai dunia dari berbagai sendi- telah menunjukkan kemajuan yang menggembirakan buat mereka dan mereka bergerak makin berani.

Akan tetapi, jangankan untuk peduli kepada mereka yang di Palestina, mensyukuri nikmat ketenangan yang saat ini dialami banyak orang yang enggan. Banyak manusia baru kembali kepada Allah ketika mereka ditimpa kesulitan, bencana, kekurangan, dan rasa sempit. Namun begitu segala hal tersebut sirna, mereka kembali lupa. Allah berfirman:
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (QS. Yunus:12)

Sesungguhnya manusia itu bisa dikategorikan menjadi empat, demikian kata khotib. Yang pertama, ini yang paling baik, adalah orang yang senantiasa ingat kepada Allah dalam berbagai keadaan; baik ataupun buruk, sehat ataupun sakit, suka maupun duka, dsb. Yang kedua adalah orang yang mengingat Allah pada saat yang tidak menyenangkan sementara ia sempat lali sebelumnya. Begitu cobaan yang buruk itu dicabut ia ternyata masih bisa istiqomah untuk mengingat Allah. Yang ketiga, hampir sama dengan yang kedua, namun perbedaannya adalah ketika cobaannya diangkat ia serta merta menjadi ingkar kembali. Yang terakhir, yang paling buruk, adalah orang yang senantiasa lupa pada Allah, bahkan mungkin lebih buruk lagi; dia berprasangka buruk pada Allah ketika menerima cobaan-cobaan yang memberatkan hidupnya.

Maka mana yang hendak engkau pilih?

Wallahu a'lam bi ash-showab

1.08.2009

Membatik

Akhir tahun lalu menjelang tahun 2009 saya pergi ke Solo.

AlhamduliLlah mendapat kesempatan berjalan-jalan ke Kampung Batik. Ini adalah gambar yang saya ambil di salah satu rumah produksi batik di sana.



1.07.2009

Titik Balik: Makna Harga Diri

Suatu ketika sahabat saya bertanya mengenai titik balik dalam hidup. Ketika itu saya menjawab ada sejumlah peristiwa yang menjadi titik balik, saya tidak bisa memilih salah satu yang paling besar. Buat saya, peristiwa-peristiwa itu memberikan pencerahan dan seringkali paradigma baru.

Salah satu peristiwa yang paling saya ingat adalah murkanya wali kelas saya ketika SMA. Kemurkaan itu membawa saya berpikir tentang harga diri. Mari saya ceritakan kisahnya!

Suatu ketika di pertengahan cawu 2 kelas 3, saya dan kawan-kawan menghadapi ujian Kimia. Kami mengerjakannya dengan penuh konsentrasi. Soal-soal yang demikian sulit rupanya menggoyahkan iman seseorang dari kami. Dia menyontek. Ibu Retno Palupi, guru Kimia kami, rupanya mengetahui hal tersebut. Akan tetapi, alih-alih menghukum orang tersebut, beliau menyampaikan kejadian yang dilihatnya kepada wali kelas kami, Ibu Indraningrat.

Seusai ujian Kimia, kami masih merasa biasa-biasa saja. Kami tidak tahu bahwa pada hari itu juga, sebuah peristiwa besar menanti kami di jam terakhir sekolah; kemurkaan paling dahsyat dari wali kelas kami.

Jam pelajaran terakhir adalah matematika. Kami merasakan atmosfer yang berbeda ketika Ibu Indra masuk. Biasanya beliau masuk dengan senyum, namun kali ini tidak ada senyum di wajah beliau. Rupanya hari itu beliau tidak mengajar kami matematika. Beliau mengajar tentang hidup.

"Apa yang kalian pikir? Saya sungguh kecewa bahwa ada dari kalian yang menyontek."

Kami diam, masih belum mengerti. Akhirnya kami tahu bahwa ada yang menyontek pada ujian Kimia beberapa jam sebelumnya dari kata-kata yang terlontar bak mitraliur dari lisan Ibu Indra. Karisma beliau mampu membuat kami merasa bahwa tiap orang dari kami bersalah atas kejadian itu. Kepala kami makin tertunduk.

"Di mana letak harga diri kalian? Apa yang kalian lakukan sama saja seperti menjual harga diri kalian di pasar Kebon Roek sana!

"Kalian tahu, dahulu kakak-kakak kelas kalian tidak pernah menyontek walau tidak ada guru yang mengawas waktu ujian?! Mereka menggantungkan harga dirinya di langit."

Saat itu saya bertanya, apakah sebenarnya itu harga diri. Saya tahu kata majemuk itu, tetapi masih belum mengerti makna dibaliknya. Dan ketika itu saya dipaksa berpikir lebih keras untuk memahami perbedaan harga diri yang dijajakan di pasar dengan yang digantungkan di langit. Dan saya sampai pada suatu kesimpulan.

Harga diri adalah mememelihara bagianmu dalam mengendalikan hidupmu. Ketika hidupmu tergantung oleh orang lain, yang sering kali dilakukan dengan "mencuri hak" orang lain, maka harga dirimu terjual sudah.

Di akhir jam pelajaran, kami masih belum tahu siapa yang telah menyontek tersebut karena bukan itu yang penting. Ini bukan tentang membuat seseorang mengaku dan mempermalukannya. Ini tentang pembelajaran. Saya percaya bahwa semua orang belajar pada hari itu.

1.06.2009

Koreksi: Wanita Penderita Lupus Punya Cerita

Manusia tempatnya salah dan lupa, demikian pula saya. Saya mendapat sedikit koreksi untuk cerita yang saya posting kemarin, Wanita Penderita Lupus Punya Cerita. Ini adalah koreksi dari kawan Salim Rusli yang dikirimkan melali salah satu milis yang saya ikuti (saya mengirim cerita itu juga ke beberapa milis). Dengan ini, cerita itu dikoreksi, insyaAllah.

PS:
Bung Ilham, ada sedikit koreksi untuk cerita Bung:
Kalau dari segi alur cerita, seingat saya Mas Eko dan Mbak Dian (saya lupa nama lengkap mereka berdua) itu sudah menikah sebelum Mbak Dian terkena penyakit lupus. Sekadar tambahan informasi, Mas Eko itu alumnus Teknik Penerbangan ITB (jadi seniornya Bung Ilham, halah saya lupa lagi angkatan berapa). Mbak Dian itu lulusan Farmasi ITB. Mereka berdua sekarang aktif di Yayasan Syamsi Dhuha yang antara lain menangani para penderita lupus.

Buat Salim, terima kasih atas koreksinya.

1.05.2009

Wanita Penderita Lupus Punya Cerita

Dahulu dia adalah seorang gadis yang energik dan supel. Semasa di kampus dia aktif dalam berbagai kegiatan. Semua orang kagum pada jiwa sosialnya. Semua orang percaya bahwa keindahan hidup telah digenggamnya. Hingga suatu ketika semua berganti!

Seorang dokter memberitahukan kepadanya bahwa dia terkena lupus. Dia terkejut, karena sungguh mengerti apa yang disampaikan dokter. Itu adalah sebuah penyakit yang membuat tubuh penderitanya bereaksi secara berlebihan terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dia membayangkan hari-hari yang akan dilaluinya dengan penyakit itu.

Dia dan keluarganya berikhtiar luar biasa menghadapi cobaan ini. Pengobatan dengan glukokortikoid menjadi sebuah kekerapan dalam hidupnya. Dia sangat paham bahwa glukokortikoid tersebut hanya sedikit mengurangi efek dari penyakitnya, dan malah menimbulkan efek negatif lainnya. Dengan alasan itu dia sadar bahwa impiannya untuk menikah sebagaimana layaknya wanita lain merupakan impian yang nyaris muskil.

Namun kehendak Allah tidak pernah bisa diduga! Seorang pria menghampiri hidupnya. Bukan seorang pria biasa, melainkan seorang pria yang dengan apa yang dimilikinya bisa mendapat wanita mana saja yang dia mau. Seseorang yang menarik secara fisik dan berada secara materi. Buat gadis itu, hadirnya pria itu merupakan keberuntungannya. Pria itu menjadikannya seorang wanita.

Akhirnya mereka menikah. Dan sang suami menjadi sahabatnya yang paling utama dalam menghadapi penyakit lupus itu. Akan tetapi, cobaan masih saja diberikan oleh Yang Mahakuasa. Penyakit itu dan proses pengobatan yang kian sering akhirnya telah merenggut harta hidupnya yang lain; penglihatan. Dia mengalami kerusakan retina. Dan tidak cukup di situ, dia divonis tidak bisa menjadi seorang ibu.

Seseorang bertanya kepada sang suami, "Tidak berniat menikah lagi?"

Dengan marah dia menjawab, "Istri saya sakit! Dan, saya tidak ingin menambahnya dengan rasa sakit yang lain!"

Wanita itu cukup sadar akan kebutuhan suaminya walau tidak pernah tahu anjuran-anjuran bagi suaminya untuk menikah lagi di luar. Perasaan tidak sempurna itu membuatnya berkata kepada sang suami di suatu ketika, "Abang, sebaiknya kamu menikah lagi? Kamu tahu saya tidak bisa memberikan sesuatu yang sepatutnya diberikan seorang istri. InsyaAllah, pengadilan agama akan mengizinkanmu dengan melihat kondisi saya yang seperti ini. Dan saya rela."

Sang suami diam. Lalu menjawab, "Mengapa adik berkata demikian? Tolong jangan pernah mengulangi permintaan itu! Itu sungguh membuat saya sedih, seolah-olah adik menganggap apa yang lakukan selama ini bukanlah sesuatu yang tulus."

Wanita itu akhirnya tidak pernah lagi menyinggung soal itu lagi. Pada titik itu dia merasa sempurna; dicintai tanpa syarat oleh seseorang. Itu adalah sebuah harta yang demikian langka yang tidak dimiliki oleh semua orang. Dia sadar bahwa Allah tidak pernah sia-sia dalam menetapkan sesuatu. Allah memberinya penyakit sebagai ganti Allah mendatangkan seorang yang demikian indah hatinya. Allah menarik penglihatannya tetapi dia tahu sang suami yang menjadi matanya, dan baginya itu jauh di atas sempurna. Dan dia tahu masih banyak hal-hal indah dibalik cobaan-cobaan yang diterimanya.

Dia bersyukur!

"Maka, sungguh dibalik setiap kesulitan itu terdapat kemudahan. Sungguh, dibalik setiap kesulitan itu terdapat kemudahan." (QS. Al-Insyiroh: 5-6)


Dituliskan kembali dari materi pengajian SIAware edisi Romadhon 1429 H oleh Ust. Budi Prayitno. Kisah ini adalah kisah nyata seorang alumni ITB yang merupakan kenalan ustadz.

Pohon Langit

Belajar mengambil momen lewat foto. Cuma pakai kamera telepon seluler, jadi harap maklum kalau hasilnya masih jauh dari sempurna.




1.04.2009

Laki-laki Becak dan Haji-nya

Ini adalah sebuah cerita yang saya dengar dari khatib Jum'at ketika saya mengikuti sholat jum'at beberapa hari yang lalu. Beliau mengklaim bahwa ini adalah kisah yang benar-benar terjadi.

Laki-laki itu adalah seorang paruh baya yang menghidupi dirinya dengan mengayuh becak. Tidak ada yang membedakannya dari para pengayuh becak yang lain, kecuali kisahnya telah menjadi bukti tentang suatu janji Allah. Janji yang manakah? Mari saya ceritakan kepadamu!

Hari Jum'at adalah hari yang istimewa karena laki-laki itu selalu pulang ke rumah tanpa membawa hasil dari pekerjaannya mengayuh becak. Dia senantiasa menggratiskan para penumpangnya pada hari itu.

Dia berkata, "Hari ini gratis, tetapi bolehkan saya meminta sesuatu?

"Doakan saya agar bisa pergi menunaikan ibadah haji!"

Suatu permintaan yang demikian mustahil mengingat pekerjaannya tidak memberikan hasil yang banyak bahkan untuk kebutuhannya sehari-hari. Akan tetapi, niatnya begitu kuat, keyakinannya begitu membara. Dia melakukan itu dari jum'at ke jum'at, tanpa henti tanpa keluh. Dan dunia ini memang benar-benar negeri dongeng yang menakjubkan. Kau tahu, sungguh rezeki bukanlah sesuatu yang sampai ke rumahmu?! Pada Jum'at yang keseratus sekian, seorang penumpangnya yang dermawan tidak saja berdoa untuk pria itu, dia membayarkan pria tua itu untuk berangkat haji pada tahun itu. subhanaLlah....


Sungguh benar janji Allah bukan? Dia memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah berfirman:
"... demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Tholaq : 2-3)

Dari kisah ini terdapat hikmah yang banyak bukan?
Tentang niat!
Tentang impian!
Tentang memberi!
Tentang ketulusan!
Tentang konsistensi!
Dan tentang apapun yang bisa dipetik dari kisah sederhana itu!

1.03.2009

Kasta?!

Semasa kecil, Velutha selalu datang bersama Vellya Paapen ke Rumah Ayamenem melalui pintu belakang untuk mengirim buah-buah kelapa yang mereka petik di halaman. Pappachi tidak akan mengizinkan ayah dan anak itu masuk rumah. Tak seorang pun mengizinkan. Mereka tidak diperkenankan menyentuh segala sesuatu yang disentuh kaum Touchable. Kasta Hindu dan Kasta Kristiani. Kepada Estha dan Rahel, Mammachi pernah berkata ia ingat suatu waktu semasa gadisnya, ketika kaum Paravan diminta merangkak mundur memegang sapu untuk membersihkan tapak kaki mereka sehingga kasta Brahma dan Kristen Siria tidak perlu harus mengotorkan diri dengan menginjak bekas kaki Paravan. Pada masa Mammachi, kaum Paravan, seperti juga kaum Untouchable lainnya, tidak diperkenankan berjalan di jalanan umum. Mereka dilarang menutupi bagian atas tubuhnya dan tidak diperkenankan membawa payung. Mereka diwajibkan menutup mulut dengan tangan ketika sedang bicara untuk mengenyahkan polusi nafas mereka dari lawan bicara.

Dikutip -dengan sejumlah koreksi tanda baca- dari The God of Small Things: Yang Maha Kecil karya Arundhati Roy, diterjemahkan oleh A. Rahartati Bambang Haryo.


Kutipan di atas adalah salah satu bagian paling mengesankan buat saya ketika membaca novel peraih Booker Prize tahun 1997 tersebut. Saya mendapat gambaran sahih bahwa manusia bisa sampai pada titik yang demikian memprihatinkan dalam hal menghinakan manusia lainnya. Saya terkesan dalam ranah keheranan yang bahkan tidak bisa saya pahami.

Bertolak ke masa kini, praktik-praktik semacam itu mungkin terkikis, terutama oleh berbagai gerakan yang diusung para pembela hak-hak asasi manusia. Akan tetapi, reduksi yang terlihat, saya pikir, bukan jaminan bahwa hal-hal semacam itu hilang. Yang terjadi mungkin lebih parah, isu tentang klasifikasi tingkatan manusia berkembang jauh lebih pesat dalam domain yang lebih halus: paradigma. Kasta itu hadir bukan saja dalam hal-hal yang selama ini dipermasalahkan -semisal ras, suku, agama, tingkat pendidikan- tetapi juga dalam hal-hal yang lebih tidak masuk akal lagi seperti fisik atau cara berpakaian.

Jika pernah mendengar penelitian Paul Ewald mengenai wabah kolera, maka kejahatan kemanusiaan ini dapat saya katakan memiliki sifat serupa dengan organisme kolera. Kemampuan organisme kolera beradaptasi dengan lingkungannya memungkinkan mereka melanggengkan serangannya. Di tempat-tempat tanpa persediaan air bersih, kolera akan mengganas dan membuat penderitanya menjadi tidak berdaya akibat serangan diare parah. Tinja penderita tersebut akan segera mencemari persediaan air dan menjangkiti lainnya. Akan tetapi jika ada persediaan air bersih, maka strain yang ganas tidak akan bereproduksi dan mencemari persediaan air. Yang terjadi adalah kuman kolera tersebut beradaptasi menjadi strain yang kurang ganas dan penularannya akan terjadi oleh media lain yang tidak kentara seperti sentuhan atau melalui barang-barang penderita. Demikian juga, gembar-gembor tentang hak asasi juga tampaknya telah mengkondisikan pengkastaan manusia menjadi seolah-olah mulai terkikis sedikit demi sedikit, namun yang terjadi adalah semua tetap dalam bentuk yang berbeda; halus dan mengancam.

Saya ingin bertanya;
Seberapa banyak mendengar pembicaraan tentang sisi negatif suku tertentu?
Seberapa sering menyaksikan di televisi sehingga menjadi biasa dengan bla-bla produk kecantikan tentang kriteria wanita cantik adalah yang seperti ini dan itu?
Seberapa gampang memandang sebelah mata tempat seseorang mengenyam pendidikan?
Seberapa kerap menilai seseorang dari cara berpakaiannya sehingga enggan memperlakukakannya sebagaimana mestinya?
Seberapa mudah menjadikan pilihan seseorang sebagai bahan tertawaan atau cemoohan atau bahkan kemarahan?
Seberapa ini...?
Seberapa itu...?

Hmmm.... Tahukah kamu? Ternyata orang-orang dahulu jauh lebih jujur. Mereka menjadi seorang rasis atau yang sebangsanya secara terbuka. Dan sekarang? Mungkin kita berdosa berkali-kali lipat, sebab dalam lisan mencela hal-hal semacam itu namun dalam tingkah justru menjadi contoh paling jelas dari pelaku dan parahnya merasa biasa-biasa saja dengan itu semua. Parodi satir yang menjadi santapan sehari-hari.

Oh! Mungkin saya sedang berbicara tentang diri saya sendiri! Maafkan saya, jika demikian....

Refleksi Jum'at : Istighfar, Istikhoroh, Istiqomah + Khusyu'

Saya berencana merutinkan untuk memperbaharui blog ini dengan intisari atau refleksi Khutbah Jum'at setiap pekan. Semoga bisa istiqomah. Amiin....

Pekan ini saya mengikuti sholat jum'at di Masjid Al-Hasanah, Taman Hewan. Bahasan khutbah pekan ini menarik. Kali pertama ini, tulisan akan saya bagi menjadi dua bagian sebagaimana khatib memberikan dua bahasan berbeda di khutbah pertama dan khutbah kedua.



Khutbah bagian pertama: Istighfar, Istikhoroh, dan Istiqomah

Sebagaimana biasa, khotib mengajak untuk bertakwa dan bersyukur berbagai nikmat. Hal yang cukup menarik ketika beliau juga menyebutkan bahwa seseorang juga patut mensyukuri nikmat lupa. Lupa adalah nikmat yang pada hakikatnya menarik nikmat-nikmat lain. Ketika ingat setelah lupa, maka mengingat adalah suatu nikmat baru. Dan dengan lupa seseorang bisa melakukan ibadah yang disebut taubat dan taubat sendiri merupakan nikmat juga, bukan?

Selanjutnya khotib menyitir suatu ayat -sayang sekali selama khutbah, khotib tidak menyebut nama surat dari ayat-ayat yang disampaikannya- tentang ketetapan Allah yang mempergilirkan kejayaan dan kehancuran suatu kaum/bangsa. Hal tersebut sangat jelas terlihat sekarang di mana terdapat negara-negara yang mengalami perkembangan yang mengesankan dan di lain pihak beberapa mengalami kegoncangan padahal selama beberapa masa mengalami kejayaan. Namun pada dasarnya, bagi seorang muslim, selama berpegang pada Al-Qur'an dan Sunnah maka kejayaan akan menyertai.

Pada kondisi saat ini, di mana krisis masih saja berlanjut, seorang muslim hendaknya menghidupkan berbagai amalan-amalan baik. Di antara amalan-amalan yang perlu diperhatikan adalah istighfar, istikhoroh, dan istiqomah.


Istighfar

Sudah cukup masyhur berita tentang RasuluLlah yang ber-istighfar atau memohon ampun setiap hari tidak kurang dari 70 kali sehari. Bahkan di riwayat lain dijelaskan beliau ber-istighfar tidak kurang dari seratus kali. Demikian, seorang nabi yang telah dijamin ampun oleh Allah atas berbagai kesalahannya baik di masa lalu maupun di masa datang masih memohon ampun sedemikian banyaknya. Bagaimana dengan kita?

Seseorang bisa dilihat kualitas kebersihan hatinya dari kata-kata yang dikeluarkannya ketika memperoleh hal-hal yang tidak menyenangkan, terjatuh misalnya. Apakah dia berucap istighfar? Ataukah dia mengumpat dengan berbagai sebutan yang tidak layak? Maka jika pilihan kedua yang cenderung terjadi, bagaimana Allah mengizinkan keburukan berubah menjadi kebaikan.

Allah akan mengganti kebaikan dengan kebaikan jika memenuhi beberapa syarat, yaitu memalingkan diri (thoba, akar kata taubat), percaya (amana, akar kata iman), dan beramal saleh. Thoba memiliki makna memalingkan diri dari dosa, layaknya seseorang membalikkan badannya dan meninggalkan apa yang di belakang punggungnya. Amana berarti mengimani yang patut diimani. Dan beramal saleh yaitu dengan melakukan berbagai perbuatan baik.
Maka mulailah kebaikan-kebaikan dari hal sederhana seperti istighfar ini.


Istikhoroh

Di masa-masa sulit ini ketika berbagai pilihan mesti diputuskan, sangat menyedihkan bahwa kebanyakan kaum muslim melupakan amalan istikhoroh. Yang terjadi adalah banyak yang meminta pertimbangan-pertimbangan pada sesuatu yang tidak layak seperti paranormal, dukun , dan yang sebangsanya. Lebih memprihatinkan bahwa hal itu semakin mudah dengan adanya teknologi. Lihat saja berbagai iklan sms premium bernada pengungkapan misteri masa depan.

Secara sederhana istikhoroh dimaksudkan untuk meminta bantuan Allah dalam memutuskan sesuatu. Ini adalah suatu amalan yang sederhana, lagi murah. Maka hidupkanlah amalan sholat dan doa-doa istikhoroh.


Istiqomah

Istiqomah dapat diartikan sebagai konsisten dengan sesuatu. Sebagai seseorang yang telah memilih Islam sebagai jalan hidupnya maka patut baginya untuk konsisten sebagai muslim. Sebagai contoh sederhana adalah memperlakukan Al-Qur'an sebagaimana mestinya secara terus-menerus. Al Qur'an sepatutnya rajin dibaca bukan sekedar menjadi pajangan. Hendaklah isinya diamalkan secara konsisten pula dan tidak mempertanyakan kebenaran isi Al-Qur'an sebagaimana fenomena yang mulai berkembang saat ini. Sebagai contoh adalah wajibnya sholat berjamaah (bagi laki-laki) selama tidak ada udzur syar'i. Banyak yang meragukan apakah ini wajib atau bukan, padahal berbagai keterangan dalam Al-Qur'an jelas soal ini. Bahkan jelasnya kewajiban sholat berjamaah dalam Al-Qur'an tersebut masih belum melibatkan berbagai hadits. Sungguh Al-Qur'an adalah firman Allah yang benar.



Khutbah bagian kedua: Khusyu' (dalam sholat)

Satu hal yang paling pertama dicabut dari kaum muslim adalah khusyu'. Khusyu' ini senantiasa disandarkan dengan sholat. Maka seseorang harus memperhatikan bagiamana dia melakukan amalan sholat ini, minimal sekali ketika melakukan takbiratul ihram dia harus berkonsentrasi penuh. Takbir ini yang mengharamkan seseorang untuk melakukan hal-hal lain di luar gerakan dan bacaan sholat. Ibaratnya, apabila takbiratul ihram seseorang tidak sempurna maka besar kemungkinan sholatnya tidak akan khusyu'.

Lalu pahamilah makna bacaan sholat. Sebagai contoh, penggalan doa iftitah yang sering dibaca: Inna sholaatii wa nusukii wa mahyayaa wa mamatii liLlahi robbil 'alamiin, tahukah engkau artinya? Ini sesuatu yang dalam. Ini adalah suatu bentuk penyerahan total seseorang kepada Allah dalam hal sholat, ibadah, hidup, dan juga matinya. Maka buat engkau yang sholat, ketika membaca bacaan tersebut apakah engkau sungguh-sungguh memaknainya? Bukankah itu sebuah janji yang terucap? Ataukah selama ini bacaan yang tertutur dalam sholat hanyalah rentetan kata yang sama sekali tidak engkau pahami? Lalu buat apa kau melakukannya jika tidak menyempurnakannya dan meresapinya?

Lalu sadarkah bahwa shof sholat ini adalah gambaran hari perhitungan kelak? Ada filosofi lain tentang shof selain sebagai kesempurnaan sholat berjamaah. Barisan seperti dalam saf inilah yang dilakukan oleh ruh dan malaikat kelak pada hari pembalasan (lihat QS. An-Naba': 38).
Maka rapatkanlah saf kalian, wahai mushollin (orang-orang yang sholat). Pada dasarnya ini membantu kita untuk khusyu' juga.

Wallahu a'lam bi ash-showab


Catatan tambahan:

Para ahli tafsir, dengan berbagai analisis ilmiahnya, memiliki pendapat yang berlainan tentang makna ruh yang tertera pada QS. An-Naba:38 yang disebut pada tulisan di atas. Sebagian memaknai sebagai roh manusia, sebagian yang lain memaknai sebagai Malaikat Jibril. InsyaAllah, dua pendapat ini yang paling masyhur. Dalam khutbahnya, terlihat bahwa khotib berpegang pada pendapat ulama yang memaknai ruh adalah roh manusia. Wallahu a'lam.

Penjelasan sederhana istilah (menurut yang saya pahami, jadi ini belum tentu penjelasan menurut istilah agama!)

Al-Qur'an Kitab suci umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril.
Doa iftitah Salah satu kewajiban (catatan: kewajiban tidak sama dengan rukun) dalam sholat berupa do yang dibaca pada raka'at pertama sebelum membaca surat Al-Fatihah.
Hadits Suatu berita yang disandarkan kepada perbuatan atau perkataan Nabi. Ada banyak jenis dari hadits ini ditilik dari berbagai sisi.
Istighfar -telah tertera pada tulisan di atas-
Istikhoroh -telah tertera pada tulisan di atas-
Istiqomah -telah tertera pada tulisan di atas-
Khotib Pembaca khutbah.
Khusyu' Totalitas, sepenuh hati, penuh konsentrasi dalam hal ibadah.
Khutbah Jum'at Semacam ceramah dua bagian yang disampaikan oleh seorang khatib sebagai salah satu rukun sholat jum'at.
Malaikat hamba Allah yang diciptakan dari cahaya dan senantiasa taat kepada Allah. Malaikat ada banyak jumlahnya dan masing-masingnya memegang tugas tertentu.
Ruh -telah tertera pada catatan tambahan-
Rukun (*ibadah) Ketentuan-ketentuan dalam suatu ibadah yang membuat ibadah tersebut menjadi sah/diterima.
Shof Barisan dalam sholat berjamaah.
Sholat Ritual ibadah dengan gerakan dan ucapan tertentu yang dilaksanakan umat muslim. Sholat ada banyak macamnya, namun yang diwajibkan secara mutlak kepada seorang muslim adalah lima kali sehari.
Sholat berjamaah Sholat bersama-sama dengan dipimpin seorang imam.
Sunnah Hal-hal yang disandarkan pada perbuatan atau perkataan Nabi Muhammad, termasuk hal-hal yang dikerjakan oleh para sahabatnya dan tidak dilarang oleh Nabi Muhammad.
Takbiratul ihram -telah tertera pada tulisan di atas-
Udzur syar'i Kondisi yang diperkenankan dalam agama Islam untuk tidak melakukan atau tidak memenuhi kesempurnaan suatu bentuk ibadah tertentu. Kondisi tersebut bisa berupa kelemahan fisik, lupa, kondisi alam tertentu, aktivitas tertentu, dsb.

1.01.2009

Baru

Entah simbolik atau perfeksionis? Saya tidak tahu cap mana yang mesti dilekatkan kepada saya. Apa pasal? Saya memilih untuk menahan diri dari berposting di blog ini demi mengarsipkan semua tulisan sebelumnya di tahun-tahun sebelumnya. Ya! Dengan tampilan yang lebih sederhana saya mencoba sesuatu yang baru. Jadi saya pikir adalah waktu yang tepat memulai sesuatu yang baru di tahun yang berbeda, dan adalah hal yang sangat mengganggu saya jika tulisan lama bercampur dengan tulisan baru dalam satu kurun waktu. Perubahan yang paling terlihat, selain tampilan yang saya sebut tadi, adalah judul untuk blog ini dari Sunflower menjadi ?!. Tepat cuma dua simbol itu.

Mengapa tanda tanya dan tanda seru? Hmmm..., buat saya tanda tanya dan tanda seru adalah dua simbol yang sangat dalam. Buat saya, kehidupan adalah sebuah dongeng ajaib yang disusun oleh tanda tanya demi tanda tanya yang secara bersamaan merupakan tanda seru. Bingung? Sekedar saran, ada baiknya hal-hal seperti ini tidak perlu diolah dengan logika! Saatnya menikmati kebingungan-kebingungan itu. Itu bagian terpenting untuk menikmati keindahan dongeng ajaib yang saya sampaikan tadi.

Oh iya, hal baru lainnya dari blog ini adalah pemakaian bahasa Indonesia. Keputusan ini sebenarnya berhulu pada murka beberapa waktu lalu ketika memabaca suatu tulisan yang menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa yang tidak berjiwa. Hmmm..., mari buktikan!